Mengenai isu ini, Menlu Retno mengatakan bahwa karakter ekonomi ASEAN dan Uni Eropa sudah seharusnya saling melengkapi.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran terkait kebijakan Uni Eropa yang dapat menghalangi kemitraan dengan ASEAN, misalnya terkait kelapa sawit dan EUDR (EU Deforestation Regulation).
"Saya menekankan bahwa ASEAN juga peduli dengan kelestarian lingkungan dan pendekatan yang diambil haruslah saling membantu, bukan menghukum," tegasnya dalam keterangan kepada awak media dari Brussel," ungkap Menlu Retno.
Selain itu, Menlu Retno juga menekankan bahwa standar "one-size fits all" tidak dapat diberlakukan dalam isu sawit. Jika tujuannya adalah untuk memperkuat kerja sama, lanjut dia, maka pilihannya hanya satu, yaitu saling bekerja sama, saling membantu, dan menghindari isu keberlanjutan digunakan untuk alat proteksi di dalam perdagangan.
Hal kedua yang disampaikan Menlu Retno adalah bahwa ASEAN dan Uni Eropa harus menjadi mitra perdamaian dan stabilitas. Ia menyampaikan bahwa dunia saat ini sudah penuh dengan konflik sehingga semua pihak tidak perlu menambah konflik baru.
Sekali lagi, Menlu Retno menekankan pentingnya penghormatan terhadap prinsip, nilai, dan hukum internasional secara konsisten.
"Saya mengapresiasi dukungan Uni Eropa terhadap AOIP yang mencerminkan komitmen kita untuk menjaga stabilitas dan perdamaian di Indo-Pasifik. Saya menekankan bahwa semua orang memiliki hak sama untuk dihormati dan dilindungi termasuk bangsa Palestina. Bangsa Palestina memiliki hak yang sama untuk hidup dan untuk memiliki negara," ungkapnya.
Baca juga: Indonesia Rangkul Malaysia Lawan Uni Eropa soal Diskriminasi Sawit
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News