Tak hanya itu, Hebestreit juga menambahkan, Rusia menunjukkan kesediaan untuk merundingkan perdamaian yang adil dan abadi.
"Kanselir Scholz mengutuk perang agresi Rusia terhadap Ukraina dan meminta Putin untuk mengakhirinya dan menarik pasukan," kata Hebestreit, dilansir dari VOA, Sabtu, 16 November 2024.
Pernyataan itu mengatakan kanselir menegaskan kembali tekad Jerman yang tak tergoyahkan untuk mendukung Ukraina dalam perangnya melawan agresi Rusia selama diperlukan. Pernyataan singkat itu tidak menyertakan tanggapan dari Putin.
Scholz berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sebelum panggilannya dengan pemimpin Rusia itu dan bermaksud untuk meneleponnya lagi setelahnya. Laporan media mengatakan panggilan itu berlangsung sekitar satu jam.
Kremlin mengonfirmasi panggilan itu, yang katanya datang atas permintaan Berlin. Kremlin mengatakan, Putin memberi tahu Scholz bahwa setiap perjanjian untuk mengakhiri perang di Ukraina harus mempertimbangkan kepentingan keamanan Rusia dan mencerminkan "realitas teritorial baru."
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan meskipun ada perbedaan pendapat yang mendalam, fakta bahwa kedua pemimpin itu melakukan panggilan telepon adalah "sangat positif."
Meski demikian, Zelensky rupanya kurang senang dengan panggilan telepon itu. Dalam pidato video di situs webnya, Zelensky mengatakan, panggilan telepon itu adalah 'kotak pandora'.
"Inilah yang diinginkan Putin sejak lama: Sangat penting baginya untuk melemahkan isolasinya. Isolasi Rusia," kata Zelensky.
"Dan untuk terlibat dalam negosiasi, negosiasi biasa, yang tidak akan menghasilkan apa-apa," lanjut dia.
Menurut Zelensky, selama beberapa dekade, Putin melakukan hal yang sama. "Ini memungkinkan Rusia untuk tidak mengubah apa pun dalam kebijakannya, tidak melakukan apa pun yang substansial, dan akhirnya menyebabkan perang ini," ujarnya.
Zelensky mengatakan, Ukraina memahami bagaimana bertindak terhadap Putin dan menangani negosiasi sebagaimana mestinya.
"Dan kami ingin memperingatkan semua orang: Tidak akan ada Minsk-3," katanya, merujuk pada perjanjian Minsk, dua kesepakatan gencatan senjata yang gagal antara Kyiv dan Moskow mengenai status wilayah Donbas timur.
"Yang kami butuhkan adalah perdamaian sejati," tegasnya.
Panggilan itu muncul sekitar satu minggu setelah pemerintahan koalisi Scholz runtuh, dan ia akan menghadapi pemilihan umum baru awal tahun depan.
Pada Jumat, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban mengatakan dalam sebuah wawancara radio negara bahwa Uni Eropa harus mencabut sanksinya terhadap Rusia atau menghadapi keruntuhan ekonomi.
Uni Eropa dan mitra-mitra baratnya telah memberlakukan banyak sanksi terhadap Rusia dan Putin sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, banyak di antaranya yang menargetkan sektor energi Rusia.
Orban, sekutu setia Putin, mengatakan dalam wawancara tersebut bahwa sanksi terhadap Rusia telah menaikkan harga energi dan harus ditinjau oleh para pemimpin Uni Eropa di Brussels. Ia mengatakan sanksi tersebut telah gagal dan selama sanksi tersebut diberlakukan, harga energi tidak akan turun dan akan menghancurkan ekonomi Eropa.
Orban juga merujuk pada kemenangan Presiden terpilih AS Donald Trump minggu lalu. Ia menyebut Trump sebagai kawan seperjuangan dan rekan pejuang perdamaian.
Orban mengatakan mereka harus mendesak perubahan "pro-perdamaian" di Uni Eropa, merujuk pada dukungan mereka terhadap Ukraina.
Baca juga: Trump Minta Putin Tidak Tingkatkan Eskalasi Perang di Ukraina
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News