Kritiknya terhadap Jepang muncul hanya beberapa minggu setelah ia menyebut aliansi AS-Jepang “tidak dapat dipatahkan” dalam kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Fumio Kishida.
India juga merupakan mitra utama AS, meskipun ada kekhawatiran AS mengenai hak asasi manusia dan kebebasan beragama di sana. Gedung Putih mengatakan Biden tidak bermaksud menyinggung negara mana pun.
Berbicara kepada audiens yang sebagian besar keturunan Asia-Amerika pada acara penggalangan dana kampanye pada Rabu malam, Biden mengatakan, pemilu AS pada November ini adalah tentang ‘kebebasan, Amerika, dan demokrasi’.
"Kenapa? Karena kita menyambut pendatang," kata Biden.
“Pikirkanlah. Mengapa perekonomian Tiongkok sangat terpuruk? Mengapa Jepang mengalami kesulitan. Mengapa Rusia? Mengapa India? Karena mereka xenofobia. Mereka tidak menginginkan imigran,” sambungnya, dilansir dari BBC, Jumat, 3 Mei 2024.
Namun komentar tersebut menuai kritik dari para komentator AS.
Di X, Elbridge Colby, mantan wakil asisten menteri pertahanan AS di pemerintahan Trump, menulis bahwa Jepang dan India "adalah dua sekutu kami yang paling kuat dan penting".
“Kita harus berbicara kepada mereka dengan hormat, yang mereka perintahkan dan pantas mereka terima,” ucapnya.
“Menerapkan pandangan progresif parokial kepada sekutu kita adalah tindakan merendahkan dan bodoh,” sambung Biden.
Meskipun Jepang, India, dan Tiongkok memiliki jumlah pekerja asing yang relatif sedikit, Rusia sangat bergantung pada pekerja migran, yang sebagian besar berasal dari Asia Tengah.
Saat ini memang pertumbuhan ekonomi Jepang dan Tiongkok lesu, perekonomian Rusia yang termiliterisasi sedikit pulih tahun lalu seiring dengan berlanjutnya perang dengan Ukraina, meskipun ada sanksi internasional. Sementara itu, India telah mengalami pertumbuhan yang stabil dan melampaui Inggris pada tahun lalu sebagai negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia.
Gedung Putih membantah bahwa komentar Biden dimaksudkan untuk menghina. Juru bicara keamanan nasional John Kirby mengatakan dia menyampaikan maksud yang lebih luas mengenai kebijakan imigrasi AS.
“Sekutu dan mitra kami tahu betul bagaimana Presiden Biden menghargai mereka, persahabatan mereka, kerja sama mereka,” kata Kirby.
“Mereka memahami betapa dia sangat menghargai gagasan aliansi dan kemitraan,” tuturnya.
Sadanand Dhume, pakar Asia Selatan di American Enterprise Institute yang berbasis di Washington DC, mengatakan, komentar Biden mungkin akan mendapat tanggapan buruk di India karena India sedang mengalami "kebangkitan nasionalis".
“Ini akan menegaskan anggapan sebagian masyarakat India bahwa Biden tidak bersahabat dengan India,” katanya.
“Mereka tidak akan senang jika disatukan dengan negara-negara otoriter seperti Tiongkok,” sambung Dhume.
Pada akhir April, laporan Kementerian Luar Negeri AS menemukan pelanggaran hak asasi manusia yang signifikan di India, yang menurut pemerintah India ‘sangat bias’ dan mencerminkan pemahaman yang sangat buruk terhadap India.
Namun, dalam jangka panjang, Dhume mengatakan bahwa pernyataan tersebut hanyalah sebuah "badai dalam cangkir teh" dan "tidak mungkin berdampak signifikan pada hubungan AS-India."
Meskipun Jepang selama beberapa dekade mempunyai kebijakan imigrasi yang paling ketat di dunia, baru-baru ini Jepang berupaya mengatasi populasi yang terus menyusut dengan memfasilitasi masuknya pekerja asing.
Biden, yang berulang kali menyebut mantan Presiden AS Donald Trump sebagai xenofobia selama kampanye pemilu tahun 2020, telah mengambil pendekatan yang semakin ketat terhadap imigrasi di tengah kemarahan yang meluas – dari kedua sisi spektrum politik – atas penanganannya terhadap perbatasan AS-Meksiko.
Baca juga: Tak Lagi Bungkam, Biden: Semua Warga AS Berhak Berdemo Tanpa Kekerasan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News