Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk mengatakan, kepada dewan bahwa rakyat di Republik Demokratik Rakyat Korea mengalami represi politik yang semakin parah. Sementara kondisi ekonomi memburuk, dengan meluasnya pelanggaran hak asasi manusia sistematis.
"Banyak pelanggaran yang saya rujuk berasal langsung dari, atau mendukung, peningkatan militerisasi DPRK," kata Turk, seperti dikutip AFP, Jumat 16 Agustus 2023.
Dia mengutip meluasnya penggunaan kerja paksa, termasuk oleh anak-anak, untuk "mendukung aparat militer negara dan kemampuannya membuat senjata."
Sidang, yang diminta oleh Amerika Serikat adalah yang pertama di Dewan Keamanan tentang hak asasi manusia di Korea Utara dalam enam tahun, dan terjadi ketika Pyongyang telah mempercepat pengujian rudal berkemampuan nuklir dalam satu tahun terakhir. Kondisi tersebut meningkatkan ketegangan di Asia Timur.
Dikelilingi oleh para diplomat dari lebih dari 50 negara, Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengecam dalam pernyataan bersama "pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia" yang katanya "terkait erat dengan senjata pemusnah massal dan pengembangan rudal balistik DPRK".
Elizabeth Salmon, pelapor khusus Kantor Hak Asasi Manusia PBB di Korea Utara mengatakan, penutupan perbatasan negara yang berkepanjangan, akibat sanksi global telah menyebabkan meningkatnya kesulitan bagi rakyat, termasuk kekurangan pangan.
“Konflik yang membeku digunakan untuk membenarkan berlanjutnya militerisasi di dalam DPRK dengan dampak yang menghancurkan rakyatnya,” kata Salmon.
Salmon mengatakan kebijakan Pyongyang adalah memprioritaskan sumber daya untuk militer.
"Pimpinan DPRK terus meminta warganya untuk mengencangkan ikat pinggang, agar sumber daya yang ada bisa digunakan untuk mendanai program nuklir dan misil," ujar dia.
Ilhyeok Kim, seorang pembelot Korea Utara, mengatakan kepada dewan bahwa dia telah dipaksa pada usia muda untuk bekerja di ladang tanpa kompensasi, dan biji-bijian yang mereka tanam semuanya digunakan untuk militer.
“Pemerintah mengubah darah dan keringat kami menjadi kehidupan mewah bagi para pemimpin dan rudal yang meledakkan kerja keras kami ke langit,” pengakuan Kim.
"Uang yang dihabiskan hanya untuk satu rudal bisa memberi makan kami selama tiga bulan," kata Kim.
Dalam sidang tersebut, sebagian besar anggota dewan mengecam memburuknya kondisi kehidupan dan hak asasi manusia di Korea Utara, yang hidup di bawah sanksi keras yang dilembagakan oleh dewan dan negara-negara besar atas program senjata nuklirnya.
Meskipun tidak ada delegasi dari Pyongyang yang hadir di Dewan Keamanan, perwakilan dari Tiongkok dan Rusia berpendapat bahwa itu bukanlah tempat untuk meninjau masalah hak asasi manusia Korea Utara.
Dmitry Polyansky, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, mengecam apa yang disebutnya "upaya sinis dan munafik oleh AS dan sekutunya untuk memajukan agenda politik mereka sendiri".
Kedua negara mengatakan diskusi itu tidak konstruktif dan tidak menawarkan solusi untuk menurunkan ketegangan strategis di kawasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News