Presiden Vanuatu Nikenike Vurobaravu berbicara di Sidang Majelis Umum ke-77 PBB di New York, AS, 23 September 2022. (Bryan R. Smith / AFP)
Presiden Vanuatu Nikenike Vurobaravu berbicara di Sidang Majelis Umum ke-77 PBB di New York, AS, 23 September 2022. (Bryan R. Smith / AFP)

Pertama di Dunia, Vanuatu Serukan Perjanjian Pembatasan Bahan Bakar Fosil

Willy Haryono • 24 September 2022 12:00
New York: Vanuatu, sebuah negara pulau di Pasifik dengan total populasi 310.000 jiwa, menyerukan negara-negara di dunia untuk menandatangani sebuah perjanjian non-proliferasi bahan bakar fosil. Vanuatu ingin agar semua negara mulai berusaha membatasi atau bahkan menghentikan penggunaan bahan bakar fosil.
 
Berbicara di Sidang Majelis Umum ke-77 PBB, Presiden Vanuatu Nikenike Vurobaravu menyerukan agar semua rencana proyek baru terkait penambangan batu bara, minyak dan gas dibatalkan. Sementara proyek yang sudah terlanjur berjalan diminta agar dikurangi produksinya.
 
Seruan ini menjadikan Vanuatu sebagai negara pertama di dunia yang mendorong pembatasan bahan bakar fosil melalui skema perjanjian non-proliferasi.

"Setiap hari, kita semua merasakan konsekuensi yang semakin parah dari krisis iklim. Hak asasi manusia yang bersifat fundamental telah dilanggar. Kini kita mengukur dampak perubahan iklim bukan dari derajat Celcius atau berapa ton karbon, tapi dari berapa banyak nyawa manusia," ujar Vurobaravu, dikutip dari laman Climate Home News pada Jumat, 23 September 2022.
 
"Situasi darurat saat ini disebabkan oleh diri kita sendiri," sambungnya kepada jajaran pemimpin dunia di New York, Amerika Serikat (AS).
 
Baca:  Presiden Vanuatu Sebut Perubahan Iklim Picu Bencana Alam
 
Vurobaravu menyerukan pembentukan Perjanjian Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil untuk mengurangi produksi batu bara, minyak dan gas sesuai dengan target Perjanjian Iklim Paris di angka 1,5 derajat Celcius. Perjanjian semacam itu disebutnya dapat menghadirkan "transisi adil bagi semua pekerja, masyarakat dan negara yang selama ini tergantung kepada bahan bakar fosil."
 
Michael Poland, direktur kampanye inisiatif perjanjian non-proliferasi bahan bakar fosil, sebuah organisasi independen yang menyerukan adanya kesepakatan semacam itu, mengatakan bahwa proposal Vanuatu merupakan hal penting untuk memulai diskusi seputar isu tersebut.
 
"Seruan Vanuatu terhadap sebuah perjanjian tidak hanya akan membangun momentum menjelang COP27, tapi juga dapat memulai lembaran baru dalam pendekatan diplomatik seputar proposal itu," sebut Poland kepada Climate Home News.
 
Terdiri dari sekitar 80 pulau di area sepanjang 1.300 kilometer, Vanuatu sangat rentan terhadap kenaikan permukaan air laut dan badai kuat, yang selama ini kerap meruntuhkan perekonomian mereka.
 
Dalam pidatonya, Vurobaravu juga mendesak pemimpin-pemimpin dunia untuk mendukung kampanye Vanuatu dalam meminta opini dari Pengadilan Hukum Internasional (ICJ) mengenai kewajiban sejumlah negara dalam melindungi masyarakat dari imbas buruk perubahan iklim.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan