Kemunculan PM Trudeau merupakan kali pertama sejak dimulainya wabah virus korona (covid-19) di Kanada. Aksi berlutut ini merupakan bentuk kecaman terhadap rasisme dan aksi kekerasan polisi yang dinilai berkontribusi terhadap kematian Floyd.
Floyd meninggal usai lehernya ditindih seorang polisi kulit putih bernama Derek Chauvin pada Senin 25 Mei. Kematiannya memicu aksi protes masif di seantero AS.
"Banyak warga Kanada yang merasa takut dan khawatir saat melihat aparat penegak hukum," kata PM Trudeau, dilansir dari Shine.cn, Sabtu 6 Juni 2020.
"Dalam beberapa pekan terakhir, kita semua melihat ada banyak warga Kanada yang tiba-tiba menyadari bahwa diskriminasi adalah kenyataan hidup bagi sesama warga. Diskriminas ini harus dihentikan," lanjutnya.
PM Trudeau, mengenakan baju bertuliskan "Black Lives Matter" -- tema utama dalam unjuk rasa Floyd -- mengucapkan yel-yel dari balik masker berwarna hitam. Ia beraksi hanya beberapa blok dari kompleks Kedutaan Besar AS di Kanada.
Dalam aksinya, PM Trudeau sempat berdiam mengheningkan cipta selama 8 menit 46 detik. Aksi diam PM Trudeau menyimbolkan durasi saat Floyd ditindih Chauvin. Kala itu, Floyd mengucapkan kata-kata terakhirnya, yakni "saya tidak bisa bernapas."
"Lihatlah keberagaman di sini," ucap Menteri Keluarga Kanada Ahmed Hussen, yang turut bergabung dengan PM Trudeau di Ottawa. "Mereka bukan hanya warga kulit hitam Kanada. Semua orang di sini berkata bahwa nyawa kulit hitam berharga (Black Lives Matter)," sambungnya.
Aksi protes serupa terjadi di sejumlah kota di seantero Kanada. Di Toronto, Kepala Kepolisian Mark Saunders dan beberapa polisi juga berlutut bersama para demonstran. Gestur berlutut juga pernah dilakukan sekelompok polisi di AS.
Hingga saat ini, aksi protes mengecam kematian Floyd masih berlangsung di sejumlah kota di AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News