Kekebalan kelompok terjadi saat sekelompok besar masyarakat menjadi kebal terhadap suatu penyakit dengan vaksinasi, atau melalui penyebaran massal penyakit tersebut.
Sejumlah orang berpendapat, covid-19 sebaiknya dibiarkan menyebar secara natural jika vaksinnya belum ditemukan. Namun bagi Tedros, pendekatan semacam itu "bermasalah secara sains maupun etika."
Terdapat lebih dari 37 juta kasus terkonfirmasi covid-19 di dunian sejak virus itu pertama kali terdeteksi di Tiongkok pada akhir Desember 2019. Lebih dari satu juta orang dinyatakan tewas akibat covid-19.
Meski ratusan vaksin covid-19 sedang dikembangkan di berbagai penjuru dunia, belum ada satu pun yang mendapat persetujuan internasional untuk digunakan secara luas di tengah publik.
Berbicara dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, Tedros berpendapat bahwa imbas jangka panjang covid-19 -- begitu juga dengan kekuatan dan durasi respons imunitas tubuh manusia -- belum diketahui secara pasti.
"Herd immunity didapat dengan melindungi masyarakat dari virus, bukan justru sengaja memaparkannya," tegas Tedros.
"Belum pernah ada dalam sejarah kesehatan publik, herd immunity digunakan sebagai strategi untuk melawan wabah, apalagi pandemi," sambungnya, dilansir dari laman BBC pada Selasa, 13 Oktober 2020.
Ia menambahkan bahwa tes jenis seroprevalance, saat darah seseorang dites untuk diketahui kadar antibodinya, mengindikasikan hanya 10 persen masyarakat yang telah terpapar covid-19 di sebagian besar negara di dunia.
"Membiarkan covid-19 bersirkulasi bebas tanpa pengawasan, sama saja seperti mengizinkan terjadinya infeksi, penderitaan, dan juga kematian yang tak diperlukan," ungkap Tedros.
Baca: Pemerintah Tegaskan Tak Terapkan Herd Immunity
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News