Pernyataan Guterres disampaikan oleh juru bicaranya, Stephane Dujarric, dari New York, Amerika Serikat.
"Beliau menyerukan agar militer dan polisi Myanmar menghormati hak-hak berserikat dan berkumpul," ujar Dujarric, dilansir dari laman CGTN pada Senin, 15 Februari 2021.
"Laporan mengenai berlanjutnya aksi kekerasan dan intimidasi oleh pasukan keamanan benar-benar tidak dapat diterima," sambungnya.
Dalam aksi protes menentang kudeta yang telah memasuki hari ke-9 pada Minggu kemarin, kendaraan militer terlihat melintas di sejumlah kota. Tidak hanya itu, suara tembakan senjata api juga terdengar di beberapa lokasi demo.
Baca: Semua Agama di Myanmar Bersatu Menentang Kudeta Militer
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Myanmar Tom Andrews menuduh militer Myanmar telah "mendeklarasikan perang" kepada masyarakat.
"Kelihatannya para jenderal telah mendeklarasikan perang kepada rakyat Myanmar: penggerebekan di malam hari, penangkapan, pencopotan hak-hak, pemutusan internet, pengerahan konvoi militer," ujar Andrews via Twitter.
Sejumlah kedutaan besar negara-negara Barat mendesak militer Myanmar atau Tatmadaw untuk menahan diri.
"Kami meminta pasukan keamanan untuk menahan diri dari aksi kekerasan terhadap demonstran, yang sedang berunjuk rasa menentang digulingkannya pemerintahan sah mereka," ujar pernyataan gabungan yang ditandatangani Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Inggris.
Sebelumnya, Dewan HAM PBB telah mengadopsi resolusi yang menyerukan militer Myanmar untuk membebaskan jajaran pejabat tinggi, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News