Ia juga menyarankan sejumlah perusahaan untuk mengikuti dan mengadopsi langkah AstraZeneca, yang telah memberikan lisensinya kepada pihak lain demi mempercepat produksi vaksin Covid-19.
Peningkatan produksi dinilai krusial dalam menyelesaikan masalah ketimpangan vaksin Covid-19, terutama bagi negara-negara miskin yang tidak mampu melakukan vaksinasi tanpa adanya penyaluran bantuan.
"Ketimpangan jumlah vaksin yang didistribusikan di negara-negara kaya dan vaksin melalui COVAX terus meningkat dan semakin mengkhawatirkan pada setiap harinya," kata Tedros, dilansir dari laman The National pada Selasa, 23 Maret 2021.
COVAX adalah skema berbagi vaksin Covid-19 yang diinisiasi WHO beserta beberapa mitranya. Tujuan utama COVAX adalah memastikan kesetaraan akses vaksin Covid-19 bagi semua orang.
"Distribusi yang tidak seimbang ini bukan hanya masalah moral, tapi juga buruk bagi sisi ekonomi dan epidemiologi," ungkap Tedros.
AstraZeneca, perusahaan asal Inggris, telah memberikan lisensi kepada sejumlah pihak untuk membuat vaksin Covid-19. Saat ini vaksin AstraZeneca sedang dibuat di berbagai negara, termasuk Korea Selatan dan India.
Baca: AstraZeneca Klaim Vaksinnya Tak Mengandung Babi
Data interim dari uji klinis di Amerika Serikat menunjukkan bahwa vaksin AstraZeneca, yang dikembangkan bersama University of Oxford, 79 persen efektif dalam menjaga gejala-gejala Covid-19 dan tidak meningkatkan risiko penggumpalan darah.
Uji klinis dilakukan di tengah kekhawatiran sejumlah negara bahwa vaksin AstraZeneca dapat memicu penggumpalan darah di tubuh mereka yang telah divaksinasi.
Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaninathan menyebut vaksin AstraZeneca sebagai "vaksin yang sangat baik bagi semua kelompok usia."
Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Denmark masih memperpanjang penangguhan pemakaian vaksin AstraZeneca. Namun negara-negara Afrika yang menerima vaksin AstraZeneca dari skema COVAX tetap melanjutkan penggunaannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News