Namun, Pengamat Perang Matthew Hoh menyebut Biden menghadapi sejumlah kendala jika ingin menutup penjara Guantanamo Bay. Dia bakal dipersulit polarisasi politik di AS. Apalagi, Biden dinilai belum menjadikan masalah ini sebagai prioritas.
“Kongres telah menjadi penghalang, tetapi saya juga tidak percaya Presiden Obama atau sekarang Presiden Biden sudah cukup berjuang untuk menutupnya,” kata Hoh dalam tayangan Metro Siang di Metro TV pada Selasa, 14 September 2021.
Sebelumnya, fasilitas itu sempat menahan sekitar 780 teroris. Penjara Guantanamo Bay kini hanya menampu 39 teroris, termasuk Hambali asal Indonesia.
Wacana penutupan Guantanamo Bay kian menuai pro-kontra. Tak hanya soal politik, urusan logistik hingga legal juga menjadi tantangan.
“Batasan membawa tahanan untuk diadili, untuk memindahkan tahanan ke negara lain. Jadi yang penting menghilangkan hambatan-hambatan itu,” kata pakar konstitusi, Jonathan Hafetz dalam tayangan yang sama.
Kehadiran penjara militer ini tak henti menekan citra AS sebagai negara penghancur hak asasi manusia (HAM). Peneliti Georgetown University, Kris Garrity, mengatakan kemelut ini kian membebani anggaran dari pajak yang dibayar masyarakat.
“Sejak tahun 2002, tahanan itu telah menghabiskan enam miliar dolar. Dana pajak masyarakat AS dan biaya tahunan saat ini, antara USD380 juta hingga USD520 juta,” kata Garrity.
Pemerintah AS segera mendakwa tahanan yang benar-benar terlibat dan memindahkan tersangka lain. Narapidana berusia lanjut yang telah hampir dua dekade mendekam di penjara tersebut seharusnya tidak lagi dianggap ancaman.
“Orang-orang yang dipenjara disana bukan subyek hukum AS. Secara hukum memungkinkan setidaknya sesuai aturan sendiri untuk menahan tanpa batas waktu,” ujarnya. (Nadia Ayu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News