Bagi sebagian pengamat, hasil pemilu regional Prancis putaran pertama pada 20 Juni lalu menimbulkan keraguan, mengenai apakah pilpres 2022 akan menghadirkan pertarungan antara Macron dan Le Pen.
Pemilu regional putaran pertama di Prancis justru memperlihatkan keunggulan partai The Republicans dan Partai Sosialis. Dua partai tersebut sempat terpinggirkan usai Macron menjadi presiden Prancis pada 2017 dengan menggunakan partai LREM.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Baca: Partisipasi Minim, Hasil Pemilihan Regional di Prancis Mengecewakan
Dalam pemilu regional kali ini, warga Prancis memilih kepala pemerintahan dari 13 wilayah utama di Prancis, mulai dari Brittany hingga ke Provence-Alpes-Cote d'Azur (PACA).
Putaran pertama pekan kemarin mengecewakan bagi semua partai, karena tingkat keikutsertaan warga hanya mencapai 66,72 persen -- terendah dalam sejarah Prancis di era modern.
"Apa yang kita lihat saat ini adalah terputusnya hubungan antara pemilih dan kelas politik," tutur Jessica Sainty, dosen ilmu politik dari Avignon University, dilansir dari laman France 24.
Selain soal terputusnya hubungan komunikasi antara warga dan elite politik, Sainty juga menyebut pandemi Covid-19 sebagai faktor yang menurunkan tingkat keikutsertaan masyarakat.
Rendahnya partisipasi warga memicu perdebatan di kalangan politisi Prancis. Beberapa tokoh, termasuk juru bicara pemerintahan Gabriel Attal, menyarankan agar pemilu digelar secara daring.
Partai LREM Macron dan RN milik Le Pen gagal meraih dukungan signifikan di pemilu regional putaran pertama. Di beberapa wilayah, LREM bahkan tidak bisa mendapat 10 persen suara untuk melaju ke putaran kedua. Sementara RN hanya unggul di wilayah PACA.
"2022: bagaimana jika ternyata bukan mereka?" tulis judul laporan surat kabar Liberation yang menghadirkan gambar Macron dan Le Pen.