Jurnalis Rusia bernama Marina Ovsyannikova berbicara kepada awak media di Moskow, 15 Maret 2022, usai dikenai denda atas aksinya menentang perang di Ukraina. (Marina Ovsyannikova)
Jurnalis Rusia bernama Marina Ovsyannikova berbicara kepada awak media di Moskow, 15 Maret 2022, usai dikenai denda atas aksinya menentang perang di Ukraina. (Marina Ovsyannikova)

Jurnalis TV Rusia Didenda atas Protes Anti Perang Ukraina

Medcom • 16 Maret 2022 17:03
Moskow: Seorang karyawan stasiun televisi Rusia, Channel One, pada Selasa, 15 Maret 2022 dikenai sanksi berupa denda sebesar 30.000 rubel (sekitar Rp4 juta) setelah menyuarakan protes terhadap perang Rusia di Ukraina dalam sebuah siaran langsung.
 
Pengadilan menyatakan Marina Ovsyannikova bersalah atas penghinaan terhadap hukum tentang unjuk rasa. Kremlin menyebut aksinya sebagai sebuah kejahatan.
 
Ovsyannikova menunjukkan pendapat melawan pemerintah dengan mengangkat poster anti-perang di belakang presenter yang membawakan berita. Ia juga meneriakkan slogan yang menolak invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada 24 Februari lalu.

"NO WAR. Hentikan perang. Jangan percaya propaganda. Mereka berbohong pada Anda di sini," bunyi poster dalam bahasa Inggris dan Rusia itu.
 
Melalui aksinya, Ovsyannikova menganjurkan warga Rusia agar tidak terpengaruh propaganda pemerintah negaranya. Saluran televisi milik pemerintah Rusia menyebut invasi ke Ukraina sebagai "operasi militer khusus" tanpa menyinggung terjadinya krisis kemanusiaan, kerusakan kota dan kian bertambahnya korban tewas.
 
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memuji pesan yang disampaikan Ovsyannikova, namun pesan anti-perang tersebut langsung ditindak tegas pemerintah Rusia.
 
Perempuan ini telah melakukan sebuah kejahatan," ujar juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. "Stasiun (televisi) dan seluruh pihak terkait akan menelusuri hal ini," sambungnya.
 
Setelah melalui persidangan, Ovsyannikova mengaku lelah karena telah diinterogasi selama 14 jam, dilarang berkomunikasi dengan kerabatnya, dan tidak diberikan pengacara. Ia menyebut membutuhkan waktu untuk beristirahat sebelum bisa berkomentar lebih lanjut.
 
Protes yang dilakukannya memicu ketakutan simpatisan bahwa Ovsyannikova akan dituntut dengan undang-undang baru. Jika diberlakukan aturan baru, ia dapat terancam hukuman penjara hingga 15 tahun.
 
Hukum yang ditetapkan delapan hari setelah invasi Ukraina itu membuat segala tindakan publik yang bertujuan menentang tentara Rusia menjadi ilegal. Penyebaran berita palsu, khususnya tentang pasukan bersenjata Rusia, dilarang.
 
Otoritas di Moskow menyebut serangan Rusia di Ukraina sebagai operasi militer khusus untuk melucuti senjata serta mencegah "genosida" terhadap orang-orang berbahasa Rusia. Pernyataan Rusia dipandang Ukraina dan Barat sebagai dalih palsu untuk melancarkan invasi.
 
Baca:  Zelensky Tegaskan Negara NATO Bisa Menjadi Sasaran Rudal Rusia
 
Dalam sebuah video yang direkam sebelum protesnya, Ovsyannikova menyebut nama (Presiden Rusia Vladimir) Putin dan berkata: "10 generasi berikutnya dari keturunan kita tidak akan menghapus rasa malu dari perang yang membunuh saudara kita ini."
 
Juru bicara hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ravina Shamdasani, turut memuji "jurnalis yang sangat berani itu."
 
"Kami akan mendesak pihak berwenang untuk memastikan bahwa dirinya tidak menerima tindakan balasan karena menggunakan hak berekspresi," katanya dalam jumpa pers di Jenewa.
 
Lebih dari 15.000 warga telah ditangkap di Rusia atas unjuk rasa menolak perang sejak 24 Februari. Angka ini dicatat oleh OVD-Info, kelompok HAM independen Rusia yang bertujuan melawan persekusi politik. (Kaylina Ivani)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan