Trump, presiden dari Partai Republik, menyebut New York, Chicago, Philadelphia, Detroit, Baltimore, dan Oakland, sebagai "kota-kota Demokrat." Selama ini Trump menuding sejumlah wali kota atau gubernur AS tidak becus dalam menangani gelombang unjuk rasa.
Demonstrasi mengecam rasisme dan kebrutalan polisi di sejumlah kota AS merupakan buntut dari kematian pria kulit hitam bernama George Floyd pada Juni lalu. Aksi protes tersebut kerap kali berujung aksi kekerasan atau penjarahan.
"Kami akan mengirim aparat penegak hukum," kata Trump kepada awak media di Gedung Putih. "Kami tidak dapat membiarkan ini terus terjadi di banyak kota," sambungnya, dikutip dari laman France 24, Selasa 21 Juli 2020.
Pekan kemarin, pasukan federal menangani aksi protes rasisme sistem dan kebrutalan polisi di Portland. Mereka menggunakan gas air mata dan menangkap sejumlah aktivis tanpa penjelasan apapun.
Sejumlah pemimpin lokal dan juga anggota Kongres yang mewakili Oregon telah menyerukan Trump untuk menghilangkan unit khusus dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) di Portland.
"Tidak hanya melanggar hukum, dia (Trump) juga membahayakan keselamatan warga Portland," kata Wali Kota Ted Wheeler via Twitter. Sebelumnya, ia pernah menyebut kehadiran pasukan federal yang dikerahkan Trump sebagai bagian dari "teater politik" menjelang pemilihan umum pada November mendatang.
Meski mendapat gelombang kritik dan kecaman, DHS mengaku akan tetap menerapkan taktik yang sama dalam menangani gelombang unjuk rasa.
Juni lalu, Trump mendeklarasikan diri sebagai "presiden penegak hukum" dan mengancam akan mengirim militer AS ke beberapa kota yang dilanda aksi protes mengecam kematian Floyd.
Negara bagian Oregon dan Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) telah menggugat pemerintahan Trump atas penangkapan paksa di Oregon. Beberapa politisi Republik juga mengecam prosedur semacam itu.
"Pasukan atau agen federal tidak bisa menangkap orang begitu saja," tulis senator Republik Rand Paul di Twitter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News