Kantor berita AFP melaporkan bahwa Rasmus Paludan, politikus sayap kanan asal Denmark yang memimpin partai bernama Stram Kurs, hendak berbicara dalam sebuah acara di Swedia. Namun, otoritas Swedia menghalangi akses masuk Paludan ke Malmo, yang kemudian meningkatkan ketegangan antar dua kubu demonstran di kota tersebut.
Stram Kurs merupakan partai yang relatif baru. Partai tersebut didirikan Paludan pada 2017, dan selama ini dikenal dengan sikap anti-Islam yang ditunjukan secara terbuka. Sebagian besar agenda partai tersebut difokuskan pada narasi anti-Islam, yang dipandang provokatif bagi umat Muslim.
Paludan menggunakan media sosial dan juga perkumpulan publk untuk mendorong agenda Stram Kurs.
Memiliki pandangan keras terhadap etnisitas, keimigrasian dan kewarganegaraan, Stram Kurs juga ingin melarang adanya aktivitas Islam, terutama untuk kelompok Muslim di Denmark. Tidak diketahui pasti ada berapa banyak anggota Stram Kurs, namun partai tersebut hanya mendapat sedikit suara dalam pemilihan umum Denmark di tahun 2019.
Pada musim panas 2019, Stram Kurs berhasil mendapatkan 20 ribu tanda tangan pemilih yang dibutuhkan untuk menggugat hasil pemilu parlemen Denmark.
Maret lalu, Stram Kurs dinyatakan bersalah karena telah menyalahgunakan sistem deklarasi pemungutan suara Denmark. Penangguhan aktivitas partai tersebut diperpanjang hingga September 2022. Untuk mencoba mengakali penangguhan ini, Paludan mengganti nama partainya menjadi "Hard Line."
Sejumlah agensi pemerintahan Denmark tidak dapat menyatakan pembentukan entitas baru itu sebagai sesuatu yang ilegal, sehingga partai baru milik Paludan itu pun diizinkan beroperasi.
Siapa Rasmus Paludan?
Paludan adalah mantan pengacara dan politikus yang dikenal dengan sikap rasis, anti-imigrasi, dan anti-Muslim. Pada April 2019, ia didakwa atas pernyataan rasis. Paludan mencoba mengajukan banding, namun ditolak.
Juni lalu, ia divonis tiga bulan penjara dalam sebuah kasus yang melibatkan 14 dakwaan berbeda. Ia dinyatakan bersalah atas semua dakwaan tersebut.
Menurut laporan media lokal Denmark, Paludan juga terbukti bersalah atas beberapa pernyataan rasis dan satu insiden penabrakan seorang pria dengan menggunakan kendaraan. Pengadilan Denmark melarang Paludan untuk bekerja sebagai pengacara selama tiga tahun, dan ia juga dilarang berkendara selama satu tahun.
Berdasarkan sebuah laporan media Guardian pada 2019, sejumlah video bermuatan kebencian yang dimuat Paludan ke YouTube telah menarik perhatian banyak pemuda. Ia pun terus membangun basis pendukung melalui media sosial, yang mengubahnya dari seorang pengacara menjadi ekstremis yang menentang hasil pemilu Denmark.
Selama berdekade-dekade, Swedia dan Denmark merupakan dua negara Eropa yang situasi politiknya relatif stabil. Namun kondisi tersebut berubah dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak terjadinya krisis keimigrasian Eropa yang dimulai di tahun 2015.
Sejak saat itu, isu-isu seperti keimigrasian, ras, integrasi, kejahatan, agama, kesejahteraan sosial, diskriminasi, dan lainnya, ramai didiskusikan dalam dunia politik Swedia dan Denmark.
Sebuah laporan media Al Jazeera pada 2019 mengindikasikan bahwa ekstremisme anti-Muslim di Denmark menjadi semakin parah dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa partai sayap kanan seperti milik Paludan berkontribusi atas memburuknya kondisi tersebut.
Baca: Insiden Alquran Dibakar, Dubes RI Temui Kemenlu Norwegia
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News