Dalam laporan yang disusun Misi PBB untuk Mali (MINUSMA), disebutkan bahwa 22 dari sekitar 100 orang yang menghadiri acara pernikahan pada 3 Januari 2021 di kota Bounti tewas dalam serangan udara. Dari total tamu yang hadir, lima di antaranya adalah terduga anggota grup terafiliasi al-Qaeda.
Tiga dari lima terduga militan tewas dalam serangan udara, sementara dua lainnya sudah terlebih dahulu meninggalkan acara. Sementara sisa korban tewas yang berjumlah 19 adalah warga sipil.
MINUSMA mengatakan sebagian besar korban tewas adalah warga desa Bounti yang berusia antara 23 dan 71 tahun.
Otoritas Prancis menegaskan bahwa "belasan" ekstremis tewas dalam serangan udara tersebut. Mengenai PBB, Paris menyebut laporan MINUSMA hanya mengandalkan beberapa saksi mata tak dikenal yang kebenarannya tidak dapat diverifikasi.
Baca: PBB: Serangan Udara Prancis Tewaskan 19 Warga Sipil Mali
"Bertolak belakang dengan hal tersebut, serangan udara kami telah mengikuti proses penargetan yang terukur," kata Kementerian Pertahanan Prancis, dikutip dari laman euronews pada Rabu, 31 Maret 2021.
Prancis menegaskan serangan udara Januari lalu mengenai sekelompok grup bersenjata, bukan grup warga sipil seperti dalam laporan PBB. Paris juga menekankan bahwa serangan udara di bawah Operasi Barkhane itu dilakukan sesuai standar NATO.
Menurut MINUSMA, tim pencari fakta tidak menemukan serpihan senjata atau sepeda motor di lokasi serangan udara Prancis di Bounti. MINUSMA menyebut serangan udara tersebut menimbulkan kekhawatiran serius mengenai prinsip memverifikasi terlebih dahulu target serangan dalam menjalankan operasi militer.
"Kami tetap berpegang teguh pada laporan kolega kami di Mali," sebut juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada awak media di New York.
"Langkah terbaik selanjutnya adalah, otoritas Mali dan Prancis harus menggelar investigasi independen dan menyeluruh mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada Januari lalu," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News