Juru bicara Navalny, Kira Yarmysh, mengatakan bahwa penyerang memecahkan jendela mobil Leonid Volkov, menyemprotkan gas air mata, hingga memukulnya dengan palu. Akibat serangan itu, Volkov kemudian dibawa ke rumah sakit, menurut sekutu Navalny, Ivan Zhdanov.
Volkov, 43, adalah tokoh oposisi Rusia terkemuka dan merupakan salah satu sekutu dekat Navalny. Ia bekerja sebagai mantan kepala staf Navalny dan sebagai ketua Yayasan Anti-Korupsi Navalny hingga tahun 2023.
Serangan terjadi di Vilnius, hampir sebulan setelah kematian Navalny yang tidak dapat dijelaskan di koloni hukuman terpencil di Arktik.
Kritikus paling keras terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin itu menjalani hukuman penjara 19 tahun atas tuduhan ekstremisme yang secara luas dianggap bermotif politik.
Navalny, seorang aktivis antikorupsi dan politisi oposisi paling terkenal di Rusia, telah dipenjara sejak Januari 2021, ketika ia kembali ke Moskow untuk menghadapi penangkapan setelah memulihkan diri di Jerman dari keracunan racun saraf yang ia salahkan pada Kremlin.
Pembangkangan di Rusia
Yayasan Pemberantasan Korupsi dan jaringan kantor regionalnya ditetapkan sebagai “organisasi ekstremis” oleh pemerintah Rusia pada tahun yang sama.Kematiannya dilaporkan oleh petugas lembaga pemasyarakatan pada 16 Februari. Pengumuman ini menimbulkan kejutan di seluruh dunia dan tokoh-tokoh oposisi. Pemimpin Barat menyalahkan Kremlin atas kematian Navalny, namun dibantah keras oleh para pejabat di Moskow.
Pemakaman politisi tersebut di Moskow pada tanggal 1 Maret menarik ribuan pendukung. Sebuah unjuk rasa pembangkangan yang jarang terjadi di Rusia pada masa kepemimpinan Putin di tengah tindakan keras dan kejam terhadap perbedaan pendapat.
Mereka yang bersedia memberikan penghormatan kepada Navalny, 47, terus berdatangan ke makamnya di tenggara Moskow selama berhari-hari setelah upacara.
Istri dari Navalny, Yulia, telah berjanji untuk melanjutkan pekerjaan mendiang suaminya.
Volkov dulunya bertanggung jawab atas kantor regional dan kampanye pemilu Navalny. Navalny mencalonkan diri sebagai Wali Kota Moskow pada tahun 2013 dan berupaya menantang Putin pada pemilu presiden tahun 2018.
Volkov meninggalkan Rusia beberapa tahun lalu di bawah tekanan pihak berwenang.
Mesin Kampanye Navalny
Tahun lalu, Volkov dan timnya meluncurkan sebuah proyek yang disebut “Mesin Kampanye Navalny”, dengan tujuan untuk berbicara dengan sebanyak mungkin orang Rusia, baik melalui telepon atau online, dan membuat mereka menentang Putin menjelang pemilihan presiden pada 15-17 Maret.Tidak lama sebelum kematiannya, Navalny juga mendesak para pendukungnya untuk berbondong-bondong datang ke tempat pemungutan suara pada Minggu siang, di hari terakhir pemungutan suara, untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap Kremlin.
Sekutu-sekutunya telah secara aktif mempromosikan strategi tersebut, yang dijuluki “Noon Against Putin”, dalam beberapa minggu terakhir.
Kantor berita independen Rusia, Meduza, mengatakan pihaknya mewawancarai Volkov beberapa jam sebelum serangan dan menanyakan kepadanya tentang risiko bagi tim Navalny. “Risiko utamanya adalah kita semua akan terbunuh,” Meduza mengutip perkataan Volkov.
Menteri Luar Negeri Lithuania, Gabrielius Landsbergis mengatakan di media sosial X, bahwa berita tentang serangan terhadap Volkov “mengejutkan” dan menekankan bahwa “para pelaku harus bertanggung jawab atas kejahatan mereka”. (Nabila Ramadhanty Putri Darmadi)
Baca juga: 43 Negara Desak Penyelidikan Independen Kematian Alexei Navalny
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News