Dari konflik di Ukraina dan Sudan hingga Sahel Afrika dan Timur Tengah, warga sipil pun diketahui harus hidup di tengah ketakutan dan berusaha melarikan diri untuk menghindari rudal dan bahan peledak.
Tak hanya itu, mereka juga mengalami kesulitan untuk menemukan makanan dan obat-obatan. Ini pun menjadi tanda bahwa situasi kemanusiaan global semakin buruk.
Menurut Guterres, Dewan Keamanan harus mendesak negara-negara untuk menghormati aturan perang.
"Pemerintah dengan pengaruh atas pihak-pihak yang bertikai harus terlibat dalam dialog politik dan melatih kekuatan untuk melindungi warga sipil," kata Guterres, dikutip dari Yahoo News, Rabu, 24 Mei 2023.
"Dan negara-negara yang mengekspor senjata harus menolak untuk berbisnis dengan pihak mana saja yang gagal mematuhi hukum kemanusiaan internasional,” sambungnya.
Laporan terbaru PBB pada tahun 2022 mencatat ada lebih dari 100 konflik yang terjadi di seluruh dunia dengan durasi rata-rata lebih dari 30 tahun. Sementara itu, jumlah orang yang terpaksa mengungsi meningkat sebesar 53% dan jumlah kematian warga sipil tercatat hampir 17.000. Angka itu pun termasuk 8.000 orang yang tewas di Ukraina.
Presiden Komite Internasional Palang Merah Mirjana Spoljaric mengatakan bahwa dirinya melihat situasi kemanusiaan yang memburuk dengan cepat di "seluruh wilayah yang terjebak dalam siklus konflik tiada akhir.”
Spoljaric mengatakan bahwa konflik-konflik itu diperparah oleh guncangan iklim, kerawanan pangan, dan kesulitan ekonomi. Untuk itu, dia menyerukan negara-negara untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur penting di daerah perkotaan. Ini pun merujuk pada kehancuran skala besar di Sudan, Suriah, Ukraina, dan Yaman.
Lebih lanjut, Spoljaric juga mendesak agar seluruh warga sipil di daerah konflik diberikan bahan makanan yang cukup serta memberikan akses kepada pekerja kemanusiaan.
"Kita perlu mematahkan pola pelanggaran dan ini dapat dilakukan melalui kemauan politik yang kuat dan tindakan berkelanjutan," katanya.
Resolusi DK PBB
Sementara itu, Presiden Swiss Alain Berset mengatakan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional merupakan prioritas utama bagi negaranya. Diketahui, jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut meningkat menjadi 258 juta tahun lalu."Itu 30 kali lipat dari populasi Kota New York. Lebih dari dua per tiga dari mereka tinggal di zona konflik, termasuk di Kongo, Sudan, Sahel, Somalia, Myanmar dan Afghanistan, atau di negara-negara di mana kekerasan tersebar luas seperti Haiti,” kata Berset.
Baca juga: Utusan Khusus PBB: Gencatan Senjata Sudan Buka Jalan Perdamaian
Berset juga mendesak semua negara untuk menerapkan resolusi Dewan Keamanan PBB 2018. Ini dinilai sebagai upaya untuk melawan penggunaan kelaparan yang dijadikan sebagai metode peperangan.
Di sisi lain, Duta Besar Amerika Serikat (AS) Linda Thomas-Greenfield menuding Rusia mendorong jutaan orang di Afrika dan Timur Tengah ke dalam kerawanan pangan dengan menggunakan "makanan sebagai senjata perang di Ukraina.” Ini pun termasuk langkah Rusia dalam memblokir pengiriman biji-bijian Ukraina selama berbulan-bulan.
Menurut dia, perjanjian yang mengizinkan dan memperpanjang pengiriman biji-bijian Ukraina dari pelabuhan Laut Hitam selama dua bulan pada 17 Mei lalu memberikan "secercah harapan bagi dunia." (Arfinna Erliencani)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id