New York: Kehadiran pasukan penjaga perdamaian PBB, yang kekurangannya dapat membuat frustrasi penduduk lokal, bukanlah "tongkat ajaib" untuk menyelesaikan berbagai konflik, kata pemimpin mereka Jean-Pierre Lacroix, yang mendukung perluasan perangkat untuk melindungi warga sipil di zona-zona berbahaya.
Dari Lebanon hingga Republik Demokratik Kongo (DRC), dari Sudan Selatan hingga Sahara Barat, sekitar 90.000 anggota Helm Biru bertugas di bawah bendera PBB terlibat dalam 12 operasi terpisah.
Misi-misi ini tidak selalu mendapat persetujuan bulat di lapangan, seperti di Mali, di mana pasukan penjaga perdamaian PBB dipaksa pemerintah untuk pergi, atau di Kongo di mana beberapa penduduknya menyatakan permusuhan.
Namun pasukan penjaga perdamaian melindungi "ratusan ribu warga sipil" setiap hari, kata Lacroix, wakil sekretaris jenderal PBB untuk operasi perdamaian, dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP.
Terkadang mandat perlindungan seperti itu "menimbulkan harapan yang tidak dapat kita penuhi, karena kapasitas yang kita miliki, karena anggaran yang kita miliki, karena medan dan kendala logistik," ucapnya.
“Hal ini menimbulkan rasa frustrasi di pihak mereka yang tidak dilindungi, dan kebencian semacam itu dimanipulasi oleh mereka yang lebih memilih berlanjutnya kekacauan," ucap Lacroix, seperti dikutip dari laman AFP, Senin, 20 November 2023.
Menurut Lacroix, negara-negara tempat pasukan penjaga perdamaian PBB beroperasi menghadapi "persenjataan berita palsu dan disinformasi."
Apakah kondisi di sana akan lebih baik jika misi seperti itu tidak ada? "Dalam banyak kasus, keadaannya mungkin jauh lebih buruk," kata dia.
Namun "hal ini tidak berarti bahwa operasi penjaga perdamaian adalah tongkat ajaib, atau respons universal terhadap setiap jenis krisis," sambung Lacroix.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara memberi wewenang kepada Helm Biru untuk "mendukung proses politik" yang mengarah pada perdamaian berkelanjutan, kata Lacroix.
Namun saat ini, "kita memiliki Dewan Keamanan yang lebih terpecah,” dengan anggota yang “tidak menaruh perhatian pada proses politik yang terkait dengan pemeliharaan perdamaian PBB," tambahnya.
Lacroix berharap pertemuan tingkat menteri pada tanggal 5-6 Desember di Ghana akan mendorong komitmen kembali para anggota terhadap misi pemeliharaan perdamaian badan global tersebut.
Baca juga: Briptu Dwi Jayanti Putri, dari Menyanyi hingga Penjaga Perdamaian di Afrika Tengah
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id