Logo PBB terlihat di salah satu sudut ruangan markas besar PBB di New York, Amerika Serikat. (AFP)
Logo PBB terlihat di salah satu sudut ruangan markas besar PBB di New York, Amerika Serikat. (AFP)

PBB Tolak Berikan Kursi Keanggotaan kepada Junta Myanmar dan Taliban

Medcom • 21 Desember 2022 13:03
New York: Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa belum lama ini menolak upaya junta Myanmar, kelompok Taliban di Afghanistan dan pemerintah tandingan Libya dalam mengambil kursi negara mereka di PBB.
 
Melansir dari The Manila Times, badan dunia beranggotakan 193 negara itu memberikan suara mereka melalui konsensus, dengan ketukan palu oleh presiden majelis Csaba K?rösi yang menyetujui rekomendasi Komite Kredensial untuk menolak permintaan dari ketiga pihak tersebut.
 
Lewat keputusan ini, kursi Myanmar di PBB tetap diwakili oleh Kyaw Moe Tun, duta besar resmi yang masih menjabat ketika militer negaranya menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021. 

Sementara kursi Afghanistan di PBB tetap berada di tangan perwakilan dari pemerintahan sebelumnya di bawah Presiden Ashraf Ghani, yang digulingkan kelompok Taliban pada Agustus 2021. Duta Besar Libya Taher Elsonni, yang mewakili pemerintah yang diakui di Tripoli, akan tetap menjadi perwakilan resmi di PBB.
 
Duta Besar Guyana untuk PBB Carolyn Rodrigues-Birkett, yang memimpin komite kredensial, menyampaikan laporannya sebelum pemungutan suara Majelis Umum.
 
"Komite memutuskan untuk menunda pertimbangan kredensial terkait perwakilan Myanmar, Afghanistan dan Libya untuk waktu mendatang dalam sesi ke-77 Majelis Umum, yang akan berakhir pada September mendatang.," sebut Rodrigues-Birkett. K?rösi kemudian menyetujui adopsi resolusi yang menyetujui laporan komite. ‌ 
 
Junta Myanmar berusaha mencari kursi PBB setelah menggulingkan Aung San Suu Kyi, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 1991. Kudeta di Myanmar tahun lalu disambut aksi protes berskala luas, yang direspons junta dengan kekuatan mematikan. Sejumlah pakar PBB mendeskripsikan situasi di Myanmar sebagai perang saudara.
 
Setelah Taliban menyerbu Afghanistan di pekan-pekan terakhir penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO, kelompok tersebut berusaha mencari kursi PBB dengan janji bertindak lebih moderat, termasuk dengan memberikan hak-hak untuk perempuan dan minoritas.
 
Namun Taliban mengingkari janji mereka dengan pendidikan menengah untuk anak perempuan, serta membatasi pekerjaan dan perjalanan bagi wanita. Belakangan, Taliban juga melarang perempuan untuk mengenyam pendidikan tinggi di universitas. Tidak hanya itu, Taliban juga memberlakukan kembali hukuman cambuk dan eksekusi publik.
 
Baca:  Taliban Larang Perempuan untuk Kuliah!
 
Libya, negara kaya minyak, jatuh ke dalam kekacauan setelah pemberontakan yang didukung NATO menggulingkan dan membunuh diktator Moamar Gaddafi pada 2011. Dalam kekacauan yang terjadi setelahnya, Libya terpecah dua antara pemerintah resmi dan tandingan. Krisis politik terbaru di Libya bermula dari kegagalan mengadakan pemilu pada 24 Desember 2021.
 
Perdana menteri Libya, yang memimpin pemerintahan transisi di Tripoli, menolak mundur. Sementara pemerintah tandingan di Libya timur telah menunjuk perdana menteri sendiri untuk mencari kursi PBB. (Mustafidhotul Ummah)
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News Medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(WIL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan