Aliansi partai sayap kiri memperoleh kursi terbanyak, namun tidak berhasil memperoleh mayoritas kursi walau mengalahkan sayap kanan dan sentris. Hal ini menyebabkan parlemen Prancis berada dalam posisi menggantung, dan mungkin akan mengalami kebuntuan politik.
Hasil pemilu ini mengejutkan banyak pihak, di mana partai sayap kanan diprediksi meraih kursi terbanyak.
Melansir dari ITV pada Senin, 8 Juli 2024, hasil akhir pemilu Prancis hingga menunjukkan aliansi kiri New Popular Front atau Front Populer Baru mendapatkan 182 kursi. Sedangkan partai sentris pimpinan Presiden Emmanuel Macron meraih 163 kursi, dan Marine Le Pen dari sayap kanan National Rally (RN) 143 kursi.
Dengan hasil ini, tidak ada satu pun dari ketiga blok utama yang berhasil mencapai 289 kursi yang diperlukan untuk mengendalikan Majelis Nasional Prancis yang memiliki total 577 kursi.
Ketidakpastian politik ini berpotensi mengguncang pasar di Prancis dan ekonomi negara yang merupakan terbesar kedua di Uni Eropa. Situasi ini juga dapat memiliki dampak signifikan terhadap perang di Ukraina dan diplomasi global.
Perdana Menteri Gabriel Attal, yang berencana mengajukan pengunduran diri pada Senin ini, mengatakan bahwa, "Negara kami menghadapi situasi politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bersiap untuk menyambut dunia dalam beberapa minggu." Dengan Olimpiade yang semakin dekat, ia mengatakan bahwa dirinya siap untuk tetap menduduki posisinya.
Baca juga: Pemilu Putaran Kedua Prancis Dimulai, Sayap Kanan di Atas Angin
Kiri Ekstrem
Macron menyerukan pemilu pada 9 Juni lalun untuk memberikan apa yang disebutnya sebagai ‘klarifikasi’ setelah peningkatan dukungan untuk partai sayap kanan dalam pemilu Parlemen Eropa.Lonjakan suara sayap kanan memotivasi partai-partai kiri untuk bersatu dalam aliansi baru, yang berencana menjalankan program belanja publik yang mahal dan mengambil sikap tegas terhadap Israel terkait konflik dengan Hamas.
Macron menggambarkan aliansi kiri sebagai "ekstrem," dan memperingatkan bahwa program ekonominya bisa menghancurkan Prancis, yang sudah dikritik oleh pengawas Uni Eropa karena utangnya.
Namun, seiring proyeksi dan penghitungan suara yang menunjukkan Front Populer Baru memperoleh kursi terbanyak, para pemimpinnya segera mendorong Macron untuk memberi mereka kesempatan pertama membentuk pemerintahan dan mengusulkan perdana menteri untuk berbagi kekuasaan dengan presiden.
Pemimpin yang paling menonjol dari aliansi sayap kiri, Jean-Luc Mélenchon, mengatakan bahwa aliansinya "siap untuk memerintah."
Meskip National Rally gagal meraih mayoritas absolut yang akan memberikan Prancis pemerintahan sayap kanan pertama sejak Perang Dunia II, partai anti-imigrasi dengan hubungan historis dengan antisemitisme dan rasisme ini memperoleh kursi lebih banyak dari sebelumnya di Majelis Nasional.
Banyak pemilih menganggap bahwa menjaga sayap kanan dari kekuasaan merupakan hal penting. Mereka pun mendukung kandidat dari selain sayap kanan di putaran kedua.
Pemimpin National Rally, Marine Le Pen, yang diperkirakan akan mencalonkan diri sebagai presiden untuk keempat kalinya di tahun 2027, mengatakan bahwa pemilu ini merupakan langkah awal menuju "kemenangan di masa depan."
"Gelombang sedang naik," katanya. "Kali ini tidak naik cukup tinggi."
"Kenyataannya adalah bahwa kemenangan kita hanya tertunda," tambahnya. (Shofiy Nabilah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News