Demo atas kematian Floyd ini sudah berlangsung selama enam malam di tengah pandemi virus korona (covid-19) yang dihadapi dunia. Demo ini bahkan berujung dengan penjarahan di berbagai toko.
Dilansir dari Channel News Asia, Senin 1 Juni 2020, demo meletus di tengah pemberlakuan jam malam oleh pemerintah. Aturan ini dinilai perlu demi membatasi aksi protes yang kerap berujung ricuh pada malam hari.
Bentrokan diwarnai kekerasan berulang kali meletus di sebuah taman kecil di sebelah Gedung Putih. Pihak berwenang menggunakan gas air mata, semprotan merica, dan granat kilat untuk membubarkan kerumunan yang menyalakan api besar dan merusak properti.
Para pemimpin lokal AS mengimbau warga untuk memberikan jalan keluar yang konstruktif terhadap kemarahan mereka atas kematian Floyd di Minneapolis. Salah seorang warga kulit hitam mengatakan demo ini terjadi karena mereka telah lelah dengan penindasan.
"Kami memiliki putra (berkulit hitam), saudara, teman, dan kami tidak ingin mereka mati. Kami lelah dengan ini, kami tidak ingin mereka mati, kami lelah dengan penindasan," ujar Muda Abdi, 31, seorang perempuan kulit hitam yang ikut protes tersebut.
"Saya ingin memastikan dia tetap hidup," katanya menunjuk pada putranya yang berusia sekitar tiga tahun.
Ratusan polisi dan pasukan Garda Nasional dikerahkan sebelum protes. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump dikabarkan berlindung ke sebuah bunker khusus di Gedung Putih.
"Saat para pengunjuk rasa berkumpul di Gedung Putih pada Jumat lalu, agen Secret Service bergegas membawa presiden ke bungker bawah tanah yang dulu pernah digunakan saat terjadinya serangan teroris," lapor New York Times.
Kematian Floyd -- seorang pria kulit hitam -- memicu unjuk rasa masif di seantero AS, termasuk Washington DC. Demonstran telah berkumpul di luar Gedung Putih sejak Jumat malam, dan terus berlanjut hingga Minggu.
Sejauh ini, para warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat, khususnya Chicago dilaporkan dalam keadaan aman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News