Dilansir dari ITV, Jumat, 10 Desember 2021, ketua pengadilan mendasarkan keputusan tersebut pada bukti bahwa kebijakan pengendalian kelahiran dan sterilisasi paksa pemerintah Tiongkok yang menargetkan etnis Uighur.
Uighur adalah kelompok etnis yang sebagian besar Muslim. Tiongkok “dimaksudkan untuk menghancurkan sebagian besar” populasi mereka.
Pengacara Inggris, Geoffrey Nice mengatakan, pelecehan itu disebut merupakan bagian dari kebijakan yang terkait langsung dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping dan tingkat tertinggi pemerintah Tiongkok.
“Aparat represif dari negara yang luas ini tidak akan ada jika sebuah rencana tidak disahkan di tingkat tertinggi,” kata Nice kepada pengadilan yang terdiri dari pengacara, akademisi, dan pebisnis.
Komentarnya muncul diketahui setelah Australia, Amerika Serikat, dan Inggris menyatakan, akan melakukan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Musim Dingin Beijing tahun depan.
Awal pekan ini, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengumumkan, tidak ada menteri atau pejabat Inggris yang akan menghadiri olimpiade tersebut. Johnson mengatakan, ia “tidak ragu-ragu” dalam mengangkat dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dengan Tiongkok.
Para peneliti memperkirakan, satu juta orang atau lebih kebanyakan dari etnis Uyghur telah dikurung di sejumlah kamp pendidikan ulang di Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.
Audiensi tersebut adalah upaya terbaru untuk meminta pertanggungjawaban Tiongkok atas kebijakannya yang menargetkan orang-orang Uyghur serta minoritas Muslim dan etnis Turki lainnya.
Awal tahun ini, sekitar 30 saksi dan ahli disebut memberikan bukti pada audiensi publik di pusat kota London, Inggris. Berbagai bukti terkait tuduhan penyiksaan, aborsi paksa, pemerkosaan dan pemukulan oleh pihak berwenang saat berada di pusat-pusat penahanan negara.
Audiensi juga meninjau bukti yang merinci terkait kebijakan lain termasuk pemisahan anak kecil dari keluarga mereka dan penghancuran masjid.
Nice menemukan saat membaca putusan pengadilan, tidak ada bukti pembunuhan massal di Xinjiang, di barat laut Tiongkok. Namun, pengacara berusia 76 tahun tersebut mengatakan, upaya dugaan untuk mencegah kelahiran sama dengan niat genosida.
Sebagai pengacara senior, Nice diketahui pernah memimpin penuntutan mantan Presiden Serbia, Slobodan Milosevic. Saat itu,Milosevic telah diadili di pengadilan kejahatan perang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Den Haag, Belanda terkait genosida, kejahatan, dan kemanusiaan.
Nice menjelaskan, mereka yang ditahan sebagian besar dibebaskan setelah indoktrinasi ulang. Langkah tersebut sebagai bagian dari rencana pemerintah pusat yang dirancang untuk memecah setiap aspek budaya Uighur.
Panel juga mengatakan, telah menemukan bukti kejahatan terhadap kemanusiaan, penyiksaan, dan kekerasan seksual terhadap etnis Uyghur.
Panel tidak memiliki kekuatan untuk memberikan sanksi kepada Tiongkok, namun penyelenggaranya berharap proses pengungkapan bukti secara terbuka akan membantu meningkatkan tekanan internasional untuk mengatasi dugaan pelanggaran.
Pemerintah Tiongkok pun membantah semua tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin mengatakan pada Kamis, “apa yang disebut kerja paksa dan genosida di Xinjiang sepenuhnya rumor yang kejam.” (Nadia Ayu Soraya)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News