"Elemen-elemen aktif disiagakan di sejumlah pangkalan militer di National Capitol Region, bukan di Washington DC," kata juru bicara Pentagon Jonathan Rath Hoffman, dilansir dari Guardian, Rabu 3 Juni 2020.
"Para personel militer tidak berpartisipasi dalam bidang pertahanan di operasi otoritas sipil," sambungnya.
Untuk melibatkan personel militer dalam meredam aksi unjuk rasa di AS, seorang presiden harus menggunakan aturan Insurrection Act yang dibuat pada era perang sipil. Tanpa langkah tersebut, presiden tidak bisa mengerahkan kekuatan militer untuk menangani demonstran.
Meski personel militer tidak turun ke lapangan, kehadiran mereka di wilayah ibu kota memicu dampak psikologis terhadap para pengunjuk rasa. Sejumlah pihak menilai penyiagaan militer ini sebagai salah satu taktik untuk menakut-nakuti warga.
Senin kemarin, beberapa helikopter yang terbang rendah di Washington mematahkan dahan pepohonan dan membuat sejumlah pedemo ketakutan. Salah satu helikopter memiliki logo Palang Merah.
Aksi pengerahan helikopter ke kerumunan massa di tengah aksi protes Floyd itu sedang diinvestigasi Garda Nasional AS.
Gelombang protes melanda seantero AS usai Floyd, seorang pria kulit hitam, meninggal usai lehernya ditindih seorang polisi bernama Derek Chauvin pada Senin 25 Mei.
Chauvin dan tiga rekannya telah dipecat dari jajaran Kepolisian Minneapolis satu hari usai kejadian. Chauvin dijerat satu pasal pembunuhan tingkat tiga dan satu pasal kelalaian berujung kematian.
Hasil autopsi resmi menunjukkan bahwa Floyd meninggal akibat dibunuh, terlepas dari sejumlah kondisi medis yang dideritanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News