Dilansir dari CGTN, otoritas Kazakhstan mengonfirmasi bahwa kondisi di seantero negeri telah berangsur kondusif, namun operasi anti-teroris akan tetap berlanjut di sejumlah wilayah.
"Teroris" dan "bandit" merupakan istilah yang dipakai otoritas Kazakhstan terhadap sekelompok orang yang dinilai memicu terjadinya kerusuhan.
Selasa kemarin, Kementerian Kesehatan Kazakhstan mengonfirmasi bahwa total kematian sepanjang kerusuhan menyentuh angka 227, dengan korban luka melampaui 4.500 orang.
Serik Shalabayev, kepala layanan kejaksaan kriminal Kazakhstan, mengatakan bahwa dari total kematian tersebut, 19 di antaranya adalah polisi. "Sayangnya, ada juga warga sipil yang menjadi korban aksi teroris ini," tutur Shalabayev.
Sebagian korban dikabarkan meninggal setelah sempat menjalani perawatan intensif. Selama kerusuhan, aparat keamanan telah menahan 446 orang di bawah tuduhan aksi kriminal.
Kerusuhan Kazakhstan dimulai dengan aksi protes menentang kenaikan harga bahan bakar pada 2 Januari. Namun demonstrasi itu kemudian meluas menjadi penentangan menyeluruh terhadap pemerintah Kazakhstan yang dipimpin Presiden Kassym-Jomart Tokayev.
Baca: Presiden Kazakhstan Labeli Kerusuhan di Negaranya Sebagai Percobaan Kudeta
Untuk meredam kerusuhan, Tokayev meminta bantuan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, sebuah blok pimpinan Rusia. Pasukan penjaga perdamaian Rusia pun datang dan membantu menangani kerusuhan di Kazakhstan.
Setelah situasi mulai kondusif, pasukan Rusia secara berkala meninggalkan Kazakhstan. Penarikan ini mematahkan kekhawatiran Amerika Serikat yang menyebut pasukan Rusia akan sulit untuk meninggalkan negara asing yang didatanginya.
Pernyataan tersebut sempat membuat Moskow geram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News