"Kita harus mengecam aksi yang dilakukan militer (Myanmar)," tegas Burgener, dikutip dari laman TRT World pada Sabtu, 6 Maret 2021.
"Merupakan hal penting bagi dewan ini untuk berdiri tegak di belakang masyarakat Myanmar, dalam upaya mendukung hasil pemilu November lalu," sambungnya, merujuk pada pemilu Myanmar 2020.
Militer Myanmar atau Tatmadaw melakukan kudeta pada 1 Februari lalu atas dasar tuduhan adanya kecurangan masif dalam pemilu 2020. Kudeta dimulai dengan penahanan sejumlah tokoh, termasuk pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.
Gelombang aksi protes masif meletus di Myanmar tak lama setelahnya, yang terus berlanjut hingga saat ini. Pasukan Myanmar merespons aksi massa anti-kudeta dengan kekerasan, yang telah menewaskan puluhan demonstran.
Baca: Wanita Tercantik di Dunia Ikut Unjuk Rasa Kudeta Militer Myanmar: Lantang dan Garang!
Burgener menegaskan bahwa aksi kekerasan pasukan keamanan Myanmar terhadap pedemo sudah tak dapat dibiarkan lagi. Ia juga menyampaikan kembali seruannya kepada komunitas internasional untuk "menolak mengakui rezim militer Myanmar" yang secara paksa merebut pemerintahan yang sah.
Hingga saat ini DK PBB belum mengambil tindakan nyata, bahkan setelah Burgener menyampaikan pandangannya. Beberapa diplomat DK PBB mengatakan Inggris telah menyebarkan sebuah kerangka pernyataan presidensial terkait isu Myanmar.
Kerangka pernyataan tersebut berada satu tingkat di bawah resolusi DK PBB yang bersifat mengikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News