"Kami juga prihatin dengan laporan penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, sterilisasi paksa, kekerasan seksual dan berbasis gender, kerja paksa, dan pemisahan paksa anak-anak dari orang tua mereka oleh pihak berwenang," kata Perwakilan tetap Belanda untuk kantor PBB di Jenewa, Paul Bekkers, seperti dikutip dari radio free asia (RFA), Rabu 23 Juni 2022.
Bekkers menjelaskan lebih dari 1,8 juta warga Uighur mengalami pelanggaran HAM tersebut. Karena itu, sebanyak 47 negara anggota PBB merasa sangat prihatin dan meminta pelanggaran HAM itu harus segera diakhiri.
Puluhan negara PBB ini juga meminta Komisaris Tinggi PBB untuk HAM segera merilis laporan yang telah lama tertunda tentang pelanggaran di Xinjiang. Permintaan ini disampaikan menyusul kunjungan komisaris tinggi PBB Michelle Bachelet, mantan presiden Chili, ke Tiongkok pada Mei 2022 lalu.
Bachelet dinilai tidak menunjukkan keseriusan dalam menuntaskan laporan pelanggaran HAM ini. Padahal Bacehelet memiliki kewenangan dan akses lebih untuk itu.
Direktur Tiongkok Human Rights Watch yang berbasis di New York, Sophie Richardson, mencatat bahwa Bachelet berejanji akan merilis laporan itu dalam waktu dekat. Laporan itu akan disampaikan sebelum akhir masa jabatan Bacehelet berakhir pada Agustus atau September.
"Kami agak skeptis, tetapi tetap berpikir bahwa sangat penting untuk mendengar Kantor HAM PBB menawarkan penilaiannya berdasarkan pemantauan jarak jauh tentang apa yang dianggap Human Rights Watch sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan yang menargetkan Uighur dan komunitas Turki lainnya," kata Richardson.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News