Prancis saat ini berada pada tingkat keamanan tertinggi setelah serangan lebih lanjut sejak pembunuhan Paty pada 16 Oktober. Sekitar 12 juta siswa kembali ke sekolah untuk pertama kalinya sejak pria berusia 47 tahun itu dibunuh di siang hari bolong pada malam libur sekolah selama dua minggu.
Presiden Emmanuel Macron menyebut pembunuhan itu sebagai serangan terhadap nilai-nilai Prancis dan republik itu sendiri. Tetapi desakannya bahwa Prancis tidak akan berkompromi pada kebebasan dasar berkeyakinan dan berekspresi telah memicu protes di kalangan Muslim di seluruh dunia.
"Ide terorisme adalah menciptakan kebencian. Kami akan melawan ini bersama-sama,” tulis Macron dalam pesannya kepada anak sekolah di media sosial, seperti dikutip CGTN, Selasa 3 November 2020.
Di seluruh negeri, murid-murid berdiri diam pada pukul 11.00?pagi sementara para guru diberitahu untuk memberikan waktu untuk menjawab pertanyaan tentang pembunuhan Paty.
"Murid-murid saya perlu mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran mereka," kata Isabelle Leborgn, seorang guru sekolah menengah di Prancis barat.
Serangan dan pencarian jiwa nasional yang terjadi telah membingungkan banyak anak muda, katanya.
"Beberapa orang mengira itu kesalahan sebuah agama. Ada banyak hal yang perlu direnungkan,” ucapnya.
Serangan terhadap Paty, serta satu serangan di sebuah gereja di Nice dan satu lagi terhadap seorang pengkhotbah di Lyon dalam dua minggu sebelumnya, telah membuat Prancis gelisah. Pemerintah mengatakan kemungkinan lebih banyak serangan.
"Selalu ada di benak Anda bahwa kita hidup dalam masyarakat di mana ada potensi risiko. Tapi kita tidak bisa selalu hidup dalam ketakutan,” ujar Clement, seorang siswa di sekolah tempat Leborgn mengajar.
Prancis telah mengerahkan tentara tambahan untuk melindungi tempat ibadah dan sekolah setelah serangan baru-baru ini.
Pembunuhan mengerikan Paty mengguncang Prancis sekuler, di mana pemisahan gereja dan negara dipertahankan dengan keras oleh banyak warga dari semua agama. Ini juga mengungkap garis patahan yang membelah negara di mana sebagian Muslim melihat penggunaan hukum sekuler oleh pemerintah sebagai alat untuk menekan ekspresi keyakinan agama mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News