"Dengan kesedihan yang mendalam kami berbagi berita tentang meninggalnya Donald Rumsfeld, seorang negarawan Amerika dan suami yang setia, kakek dan kakek buyut," kata pernyataan keluarga, seperti dikutip dari Middle East Monitor, Kamis 1 Juli 2021.
"Sejarah mungkin mengingatnya untuk pencapaian luar biasa selama enam dekade pelayanan publik, tetapi bagi mereka yang mengenalnya dengan baik dan yang hidupnya selamanya berubah sebagai hasilnya. Kita akan mengingat cintanya yang tak tergoyahkan untuk istrinya Joyce, keluarga dan teman-temannya, dan integritas yang dia bawa ke kehidupan yang didedikasikan untuk negara,” imbuh pernyataan keluarga.
Rumsfeld, yang bertugas di pemerintahan Partai Republik dari Presiden Gerald Ford dan George W Bush, mengawal tanggapan Pentagon terhadap serangan 9/11 dan bertanggung jawab atas invasi 2003 ke Irak.
Rumsfeld mengatakan dalam memoarnya tahun 2011 bahwa pencopotan Saddam Hussein telah 'menciptakan dunia yang lebih stabil dan aman'.
'Pintu keluar yang anggun'
Pendukung perang dalam pemerintahan Bush telah mengklaim bahwa Irak telah mengembangkan senjata pemusnah massal (WMD), dan bahwa mantan orang kuat Saddam Hussein mampu membuat mereka tersedia untuk organisasi seperti Al-Qaeda. Menempatkan AS pada risiko yang akan segera terjadi.Setelah lebih dari tiga setengah tahun pertempuran di Irak, Rumsfeld dipecat oleh Bush pada 2006, dengan pasukan AS terjebak dalam perang yang panjang dan mahal itu.
Alasan pemerintahan Bush yang menyatakan untuk pergi berperang bahwa Hussein memiliki senjata pemusnah massal dan menyembunyikan militan yang terkait dengan serangan 9/11. Alasan itu juga ternyata salah.
Meskipun demikian, selama pidato perpisahannya di Pentagon pada Desember 2006, Rumsfeld mengeluarkan pidato menantang di mana dia memperingatkan agar tidak berharap untuk "keluar yang anggun" dari Irak.
"Kesimpulan musuh kami bahwa Amerika Serikat tidak memiliki kemauan atau tekad untuk menjalankan misi kami yang menuntut pengorbanan dan kesabaran sama berbahayanya dengan ketidakseimbangan kekuatan militer konvensional," ucapnya.
"Mungkin menghibur bagi beberapa orang untuk mempertimbangkan jalan keluar yang anggun dari penderitaan dan, memang, keburukan pertempuran. Tetapi musuh berpikir secara berbeda,” tegasnya.
Setelah jatuhnya Saddam Hussein, pertumpahan darah sektarian, pembantaian, pelanggaran hak asasi manusia, dan serangan militan terhadap warga sipil akan menghantui negara kaya minyak itu selama bertahun-tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News