Namun menurut Yasonna, dirinya memahami bahwa diaspora Indonesia di banyak negara sangat mencintai Tanah Air dan ingin menyandang dwi kewarganegaraan karena tak mau melepas status WNI mereka.
Ia mencontohkan kasus di Amerika Serikat (AS) di mana sejumlah diaspora Indonesia harus melepas status WNI mereka jika ingin menjabat profesi tertentu di Negeri Paman Sam. Yasonna mengatakan para diaspora ini bukannya tidak cinta Tanah Air, melainkan terpaksa melepas status WNI karena Indonesia tidak bisa menerima adanya dwi kewarganegaraan.
Konsep dwi kewarganegaraan ini, sayangnya, belum masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
"Tapi kita jangan kehilangan harapan. Para diaspora harus terus menyuarakan soal dwi kewarganegaraan ini, untuk menjelaskan pentingnya konsep ini," ujar Yasonna dalam forum diskusi konsuler bertajuk "Consular Talks" #3 di San Francisco, Amerika Serikat (AS) pada Sabtu, 25 Juni.
"Para diaspora ini selalu ada perasaan rindu Tanah Air, perasaan home sweet home," sambungnya.
Baca: Anak Perkawinan Campur WNI dan WNA Bisa Peroleh Dwi Kewarganegaraan
Selain soal dwi kewarganegaraan, Yasonna juga membahas seputar stateless atau kondisi di mana seorang individu kehilangan kewarganegaraannya. Sesuai aturan di Indonesia, seseorang yang berada di wilayah NKRI tidak boleh berstatus stateless.
"Kalau ada yang stateless, ia bisa mengajukan. Apalagi kalau dia sebelumnya adalah WNI, itu bisa kita lakukan. Ada beberapa kasus yang pernah terjadi," sebut Yasonna.
Sekali lagi Yasonna memberikan contoh kasus. Pernah ada seorang perempuan WNI yang menikah dengan warga Taiwan. Ia pun menjadi warga Taiwan dan kehilangan status WNI.
Namun saat perempuan itu bercerai, ia kehilangan status warga Taiwan dan menjadi stateless. "Kita jadikan dia WNI lagi, kasus seperti ini sudah ada," kata Yasonna.
"Untuk menjadi WNI lagi tidak perlu melewati proses seperti naturalisasi, izin dari DPR dan sebagainya. Itu tidak perlu," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News