Presiden Recep Tayyip Erdogan mengambil keputusan tersebut meski perjanjian itu disepakati di negaranya sendiri dalam pertemuan bertajuk Istanbul Convention beberapa tahun lalu.
Menurut Ankara, Istanbul Convention yang bertujuan mencegah, menghukum, dan mengeliminasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak sesuai dengan nilai-nilai kekeluargaan Turki.
"Perjanjian tersebut sudah dibajak sekelompok orang yang ingin menormalisasi homoseksual," ujar pernyataan pemerintah Turki.
Baca: Turki Mundur dari Perjanjian Eropa Terkait Kekerasan terhadap Perempuan
Dalam sebuah pernyataan pada akhir pekan kemarin, Biden mengekspresikan kekecewaannya terhadap Turki. Ia kecewa karena mundurnya Turki dilakukan saat angka kekerasan terhadap wanita meningkat di negara tersebut.
"Di seluruh dunia, kita semua melihat lonjakan KDRT, termasuk meningkatnya femicide di Turki," tutur Biden, merujuk pada istilah pembunuhan terhadap perempuan.
"Negara-negara dunia seharusnya bekerja sama untuk memperkuat dan memperbarui komitmen mereka untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, bukan justru menolak perjanjian internasional yang didesain untuk melindungi perempuan," lanjut dia.
Biden menambahkan: "Kita semua harus berbuat lebih untuk menciptakan masyarakat di mana perempuan dapat menjalani kehidupan mereka tanpa perlu khawatir terkena aksi kekerasan."
Langkah Erdogan telah memicu aksi protes luas di kalangan perempuan Turki. Sejumlah aktivis perempuan menilai Istanbul Convention sebagai perjanjian krusial dalam mengakhiri KDRT di Turki.
Istanbul Convention, yang telah ditandatangani 45 negara dan juga Uni Eropa, mewajibkan pengadopsian aturan untuk mengadili kasus KDRT dan aksi kekerasan serupa. Terlepas dari Turki, perjanjian tersebut baru diratifikasi 34 negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News