Mereka memeriksa lebih dari 5.000 genom dari virus yang ditemukan pada fase paling awal pandemi di Houston, Amerika Serikat. Tak hanya itu, mereka kemudian mencoba meneliti virus dari gelombang infeksi yang baru.
Studi ini menemukan bahwa hampir semua strain pada gelombang kedua mengalami mutasi yang dikenal sebagai D614G. Mutasi ini terbukti meningkatkan jumlah lonjakan pada virus berbentuk mahkota.
Dilansir dari Channel News Asia, Kamis, 24 September 2020, lonjakan tersebut yang memungkinkan virus mengikat dan menginfeksi sel. Peningkatan kemampuan virus bermutasi untuk menginfeksi sel.
Para peneliti mengatakan pasien yang terinfeksi jenis varian tersebut memiliki jumlah virus yang lebih tinggi secara signifikan pada diagnosis awal.
Namun, mereka menemukan sedikit bukti bahwa mutasi pada virus telah membuatnya lebih mematikan. Tercatat bahwa penyakit yang disebakan virus akan membuat penderita dengan penyakit bawaan lebih menderita.
Mereka juga mengatakan beberapa daerah protein lonjakan - yang merupakan target utama pengembangan vaksin virus korona saat ini - menunjukkan beberapa mutasi. Kemungkinan ini mengindikasikan bahwa virus berubah untuk menghindari respons kekebalan tubuh.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa virus korona bermutasi dan berkembang saat beradaptasi dengan inang manusianya.
Mutasi virus ini pertama kali ditemukan di wilayah Eropa. Kini, mereka menyebar ke wilayah lain yang menyebabkan beberapa negara mengalami lonjakan kasus infeksi secara signifikan.
Berdasarkan data John Hopkins University hari ini, total infeksi covid-19 di seluruh dunia sebanyak 31.932.867 kasus. Dari angka tersebut sebanyak 977.452 orang meninggal dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News