Floyd adalah pria kulit hitam yang meninggal usai lehernya ditindih seorang polisi bernama Derek Chauvin di Minneapolis pada Senin 25 Mei. Kematiannya memicu aksi protes berskala masif yang berujung kerusuhan di beberapa kota.
"Negara kita sedang merasakan sakit, tapi kita tidak boleh membiarkan rasa sakit ini menghancurkan kita," ujar Biden, dilansir dari Guardian, Minggu 31 Mei 2020.
"Kita juga sedang marah, tapi jangan sampai amarah ini menguasai kita. Tolong tetap jangan keamanan. Lindungi sesama warga," sambungnya.
Biden mengecam keras aksi sekelompok kecil pedemo yang merusak dan menjarah pertokoan di sejumlah kota, termasuk Minneapolis. Menurutnya, demonstrasi memang dibenarkan untuk mengekspresikan sesuatu, tapi merusak merupakan hal yang dilarang.
Ia menegaskan bahwa memprotes kebrutalan yang dialami Floyd merupakan tindakan tepat, tapi jangan sampai ekspresi itu diwarnai aksi kekerasan.
"Aksi-aksi dalam unjuk rasa tidak boleh menutupi alasan sebenarnya mengapa kita berunjuk rasa," sebut Biden.
Sebelumnya, Presiden Donald Trump -- yang akan menghadapi Biden dalam pemilihan umum AS pada November 2020 -- bertekad tidak akan membiarkan para perusuh berbuat seenaknya.
"Kita tidak dapat membiarkan sekelompok kecil kriminal merusak kota-kota kita dan menghancurkan kehidupan masyarakat," ujar Trump di Florida, usai dirinya menyaksikan peluncuran roket milik perusahaan SpaceX.
"Pemerintahan Saya akan menghentikan aksi kekerasan para preman ini. Kami akan menghentikannya dengan tegas," lanjut dia.
Trump berulang kali meminta sejumlah kota dan negara bagian untuk "lebih tegas" dalam menangani para demonstran. Ia juga memperingatkan akan menggunakan kekuatan militer untuk menghentikan aksi protes.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News