Dalam wawancara dengan Times, Shamima mengatakan dia melihat orang-orang dipenggal. Namun hal itu tidak mengganggunya.
Shamima ingin pulang karena tengah mengandung anak ketiganya. Di usia kandungan yang sudah sembilan bulan tersebut, dia ingin agar anaknya selamat dari penyakit di wilayah tempatnya tinggal.
"Saya takut jika anak yang akan saya lahirkan ini akan meninggal seperti kedua anak saya yang lain jika tetep tinggal di sini," katanya dalam wawancara tersebut, dikutip dari BBC, Kamis 14 Februari 2019.
"Itu sebabnya saya benar-benar ingin kembali ke Inggris, karena saya tahu dia akan diurus, setidaknya dari segi kesehatan," imbuhnya.
Shamima mengaku, kehilangan dua anaknya merupakan kejadian mengejutkan. Dia sangat sulit menerima hal tersebut.
Anak pertamanya, seorang gadis, meninggal pada usia satu tahun sembilan bulan. Anak itu dimakamkan di Baghuz sebulan lalu.
Anak keduanya juga meninggal tiga bulan lalu pada usia delapan bulan. Dia mengaku anaknya menderita sakit yang diperparah dengan kekurangan gizi.
"Tidak ada obat yang tersedia, petugas medis pun tak cukup," terangnya.
Shamima mengatakan dia akan melakukan apa saja untuk bisa pulang. Dia hanya ingin anaknya selamat.
Dia mengatakan dua temannya yang bersama dengan dia tewas dalam pengeboman. Kini Shamima sendiri tinggal di pengungsian Suriah sebelah utara bersama suaminya.
Mereka sudah menyerah dengan ISIS. Pasalnya, kelompok tersebut sudah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah di Mosul, Irak dan Raqqa, Suriah.
Meski demikian, Shamima mengaku tidak menyesal telah pergi ke Suriah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News