Kedua negara bersitegang setelah Belanda melarang dua menteri Turki untuk mengisi acara kampanye referendum di kota Rotterdam pada akhir pekan. Kedua menteri bermaksud mendorong sekitar 400 ribu warga Turki yang ada di Belanda untuk memilih "yes" dalam referendum.
April mendatang, referendum di Turki akan menentukan apakah kekuasaan seorang presiden akan diperluas atau tidak.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Pernyataan dangkal Uni Eropa tidak bernilai bagi negara kami," ucap pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Turki, seperti dilansir AFP, Selasa 14 Maret 2017.
Ankara menyebut Uni Eropa justru memperburuk suasana dengan mengeluarkan pernyataan yang memicu "xenophobia dan sentimen anti-Turki" dengan memihak negara-negara yang melanggar perjanjian diplomatik.
Brussels meminta Turki menahan diri usai Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut Belanda sebagai "sisa-sisa Nazi."
Perdana Menteri Belanda Mark Rutte meminta Turki meminta maaf atas pernyataan kasar tersebut.
Sekitar 400 ribu orang asal Turki berada di Belanda. Uni Eropa mengatakan Belanda memiliki kuasa penuh untuk mengizinkan politikus Turki untuk masuk ke negaranya dan berkampanye.
Belanda mengatakan kampanye semacam itu dilarang karena dikhawatirkan mengganggu ketertiban umum.