Calon presiden petahana Nicos Anastasiasides dan penantang sayap kiri berebut menjadi pemenang untuk menyatukan kembali masyarakat dan perekonomian di negara pulau tersebut.
Di pilpres putaran pertama pada 28 Januari, Anastasiasides yang berhaluan konservatif mengumpulkan 35,5 persen suara. Sementara lawannya, Stavros Malas yang didukung komunis, meraih 30 persen.
Pertarungan duel satu lawan satu hari ini menjadi seperti mengulang pilpres pada 2013, di mana Anastasiades menjadi salah satu kandidat di negara anggota paling timur Uni Eropa tersebut.
"Anastasiasides tampaknya masih relatif unggul, namun masih banyak tanda tanya mengenai bagaimana pemilih akan menentukan pilihannya," kata analis Christophoros Christophorou, seperti dilansir AFP, Minggu 4 Februari 2018.
Seperti biasa, muncul persaingan yang tampak sangat besar antara warga Republik Siprus yang mayoritas Yunani melawan sebagian yang didukung Turki. Keterbelahan di pulau Mediterania timur itu sudah berlangsung hampir selama 44 tahun
"Kerangka kerja politik perlu lebih diperluas di mana presiden berkuasa tidak kondusif untuk menyelesaikan," kata profesor Universitas Nicosia, Hubert Faustmann.
Kali ini, soal ekonomi sudah menjadi isu dominan bagi pemilih Siprus yang berpenduduk 550.000-an jiwa saat pulau tersebut pulih dari krisis keuangan 2013.
Anastasiasi telah mengklaim pencapaian mengesankan setelah menyetujui dana talangan senilai 10 miliar euro (lebih dari USD12 miliar), yang dilakukan hanya beberapa pekan setelah menjadi presiden.
Tapi perekonomian masih relatif lemah dari sebelum 2013, dengan tingkat lapangan kerja masih di kisaran 11 persen dan bank-bank dipenuhi dengan kredit macet.
Dalam pilpres putaran pertama, tingkat keikutsertaan warga berada di atas 71 persen. Sementara itu, hasil awal dari putaran kedua akan diumumkan pada Minggu malam waktu setempat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News