medcom.id, Abu Dhabi: Perwakilan dari sekitar 40 negara diharapkan sepakat, pada Sabtu 3 Desember, menggalang dana demi melindungi situs-situs peninggalan di wilayah yang dilanda konflik dan membuat jaringan pelindung yang aman bagi karya seni yang terancam punah.
"Kedua elemen akan dimasukkan dalam deklarasi," kata mantan menteri kebudayaan Prancis dan salah satu pengatur acara, Jack Lang. Deklarasi tersebut akan diadopsi pada akhir konferensi Abu Dhabi didukung UNESCO, yang diprakarsai oleh Prancis dan Uni Emirat Arab,
Lang mengepalai Institut du Monde Arabe yang berbasis di Paris seperti dilansir AFP, Sabtu (3/12/2016).
Konferensi dua hari ini mencerminkan tumbuhnya kesiagaan internasional atas penghancuran artefak kuno oleh kelompok militan Islamic State (ISIS). Di antaranya adalah situs Palmyra di Suriah, yang dikuasai ISIS, Mei 2015.

Sebuah relief dari situs bersejarah di Palmyra (Foto: AFP).

Sebuah relief dari situs bersejarah di Palmyra (Foto: AFP).
Dunia menyaksikan kecemasan sewaktu militan secara sistematis menghancurkan monumen yang pernah menarik sejumlah wisatawan sebelum konflik Suriah meletus pada 2011.
Di Irak, video yang dirilis pada 2015 menunjukkan ISIS memakai buldozer dan bahan peledak untuk menghancurkan Nimrud, permata kerajaan Asyur di selatan Mosul, dan menjarah harta pra-Islam di museum Mosul ini.
Ekstremis juga telah menargetkan situs warisan budaya yang tak ternilai lainnya di Afghanistan dan Mali setelah mengecam kedua peninggalan tersebut tidak Islami.
Rancangan yang disebut Deklarasi Abu Dhabi, masih dibahas oleh para peserta, tanpa menyebutkan angka pada nilai dana yang diusulkan. Namun, delegasi telah membahas target USD100 juta.
Prancis mengatakan, akan berkontribusi dengan kucuran sekitar USD30 juta (28 juta euro).
Negara-negara lain, termasuk jajaran monarki Teluk Arab dan Tiongkok, telah menunjukkan kesediaan untuk menyumbang dana yang akan berbasis di Jenewa, namun tanpa menyebutkan jumlah.
Dana tersebut bertujuan untuk menjaga warisan budaya yang terancam oleh konflik, menyediakan talangan keuangan dan operasi darurat, memerangi perdagangan gelap artefak, dan membantu memulihkan kekayaan budaya yang rusak, berdasarkan pada rancangan deklarasi yang belum rampung.
Para peserta juga membahas pengaturan jaringan internasional dari zona perlindungan di mana mereka berharap benda-benda budaya yang terancam oleh konflik atau ekstremisme bisa disimpan sementara.
Tapi kedaulatan menjadi sebuah isu sensitif, aset tersebut hanya akan pindah dari negara yang bersangkutan atas permintaan pemerintah, menurut sumber yang ambil bagian dalam diskusi.
Para peserta konferensi akan memanggil Dewan Keamanan PBB untuk mendukung inisiatif ini, menurut rancangan deklarasi. The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization akan mengawasi operasi pengamanan tersebut.
Presiden Prancis, Francois Hollande, yang tiba di Abu Dhabi pada Jumat 2 Desember, akan menutup konferensi bersama Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, di hadapan sekitar selusin pemimpin termasuk, presiden Mali dan Afghanistan.
Perwakilan pemerintah internasional serta lembaga-lembaga publik dan swasta telah berdebat sejak Jumat mengenai cara melestarikan warisan dan karya seni berharga.
Konferensi ini bertepatan dengan pengumuman oleh pihak berwenang Swiss bahwa mereka telah menyita peninggalan budaya yang dijarah dari Palmyra, Libya, dan Yaman, yang sedang disimpan di pelabuhan bebas Jenewa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News