Eugene Owusu, pejabat kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan Selatan, mengatakan bahwa serangan terjadi dalam jalan dari Juba menuju Pibor. Ia tidak menyebutkan kewarganegaraan dari enam relawan yang tewas.
Penyergapan ini merupakan serangan terbaru terhadap relawan di Sudan Selatan, salah satu negara dunia yang mengalami krisis kemanusiaan terburuk.
Sejauh ini pada 2017, sedikitnya 12 relawan kemanusiaan tewas dibunuh. Secara total, jumlahnya mencapai 79 sejak 2013.
"Saat kebutuhan akan bantuan kemanusiaan mencapai level yang belum pernah terjadi sebelumnya, terjadi serangan yang tidak bisa diterima terhadap mereka yang ingin membantu," ujar Owusu, seperti dilansir Associated Press, Minggu 26 Maret 2017.
Bencana kelaparan telah dideklarasikan di dua wilayah di Sudan Selatan, di mana satu juta orang terancam tewas akibat tidak bisa mendapatkan makanan sama sekali. Terdapat juga wabah kolera di beberapa bagian negara Afrika Timur itu.
Krisis Keimigrasian
Namun menurut PBB, sejumlah relawan kemanusiaan yang membantu menangani kelaparan dan wabah kolera justru diserang kelompok bersenjata di Sudan Selatan.
Serangan terbaru terjadi satu hari setelah pemerintah Sudan Selatan mendeklarasikan gencatan senjata unilateral dan memberikan amnesti terhadap sejumlah grup bersenjata yang menghentikan aksi kekerasan.
Gencatan senjata dan amnesti langsung ditolak Mabior Garang, juru bicara partai oposisi SPLM-IO, yang menyebutnya sebagai langkah "bodoh."
"Pemerintah Sudan biasanya mendeklarasikan gencatan senjata sebagai gimmick atau saat berada dalam tekanan hebat," kata Alan Boswell, seorang peneliti masalah Sudan Selatan.
"Kekurangan makanan adalah alat pemerintah yang sangat efektif untuk melemahkan, mengurangi jumlah oposisi dan menurunkan moral mereka," lanjut dia.
Saat ini Sudan Selatan adalah negara Afrika terbesar dalam hal krisis keimigrasian. Lebih dari 1,6 juta warga telah melarikan diri dari negara tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News