Komite Perencanaan Tinggi Israel (HPC) dilaporkan menyetujui 838 unit rumah untuk persetujuan kedua. Dan sebanyak 1.466 unit disetujui pada tahap pertama.
Bahkan, rencana untuk mengatur tiga pos di Tepi Barat juga telah disetujui. Pos-pos ini digunakan sebagai 'taktik kolonial' untuk memperluas pemukiman ilegal dan penyitaan tanah Palestina.
Laman teleSUR, Rabu, 7 Agustus 2019, melaporkan sekitar 88 persen pemukiman akan berada jauh dari Tepi Barat.
"Persetujuan rencana penyelesaian adalah bagian dari kebijakan pemerintah yang dirancang untuk mencegah kemungkinan perdamaian dan solusi dua negara," kata LSM itu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menghidupkan dukungan Yahudi ultra-nasionalis menjelang pemilihan 17 September, mengisyaratkan bahwa Israel dapat mencaplok permukiman Tepi Barat. Padahal langkah ini melanggar hukum internasional.
Issa Amro, seorang aktivis hak-hak Palestina yang bermarkas di Hebron mengatakan, dengan dukungan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, Israel akan 'besar kepala'.
"Israel dan para pemukim merasa mereka memiliki kekebalan penuh untuk bekerja lebih banyak menuju aneksasi," pungkas dia.
Israel telah mencaplok wilayah Palestina sejak lama dan mengakibatkan banyak warga Palestina kehilangan tempat tinggalnya. Hingga saat ini, bentrokan antara warga Palestina dengan militer dan pemukim Israel di wilayah Tepi Barat dan Gaza terus berlanjut, yang mengakibatkan banyak korban sipil berjatuhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id