Keputusan eksekutif memerintahkan penutupan 15 koran, media daring, dan majalah, yang berpusat di kawasan mayoritas Kurdi di tenggara. Total media serta penerbit yang ditutup sejak kudeta gagal hampir mencapai 160.
Lebih dari 100.000 PNS sudah dipecat atau diskorsing serta 37 ribu lainnya ditangkap dalam penumpasan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Turki. Presiden Recep Tayyip Erdogan menegaskan pentingnya memusnahkan jaringan Gulen dari sendi-sendi negara.
Ribuan akademisi, guru, petugas kesehatan, penjaga penjara, dan ahli forensik di antara juga ikut diberhentikan dari jabatan mereka melalui dua keputusan eksekutif terbaru, seperti dirilis di Official Gazette, Sabtu 29 Oktober malam.
Dilansir Telegraph, Senin (31/10/2016), partai-partai oposisi menggambarkan langkah Erdogan sebagai bentuk kudeta. Tindakan keras Erdogan menimbulkan kekhawatiran atas kegiatan bernegara di Turki.
"Apa yang pemerintah dan Erdogan lakukan sekarang adalah kudeta langsung terhadap supremasi hukum dan demokrasi," Sezgin Tanrikulu, anggota parlemen dari oposisi utama, Partai Republik Rakyat (CHP), mengatakan dalam sebuah siaran Periscope yang diposting di Twitter.
Pemerintah memperpanjang berlakunya keadaan darurat setelah usaha kudeta selama tiga bulan hingga pertengahan Januari. Erdogan mengatakan pemerintah butuh lebih banyak waktu untuk melenyapkan ancaman jaringan Gulen serta militan Kurdi yang telah melakukan pemberontakan selama 32 tahun.
Ankara ingin AS menahan dan mengekstradisi Gulen, sehingga ia dapat dituntut di Turki atas dakwaan mendalangi upaya menggulingkan pemerintah. Gulen, yang telah tinggal di pengasingan di Pennsylvania sejak 1999, menyangkal keterlibatannya.
Berbicara kepada wartawan dalam perayaan memperingati Hari Kemerdekaan pada Sabtu 29 Oktober, Erdogan mengatakan bangsanya ingin menerapkan kembali hukuman mati, di tengah perdebatan yang muncul setelah upaya kudeta. Erdogan menambahkan menunda-nunda itu tidak baik.
"Saya percaya masalah ini akan dibawa ke parlemen," katanya, sembari mengulangi bahwa ia akan menyetujuinya. Jika hukuman mati kembali diterapkan, maka harapan bergabung ke Uni Eropa akan terkubur. Erdogan mengabaikan kekhawatiran tersebut, dan mengatakan banyak negara di dunia memberlakukan hukuman mati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News