"Artikel 59 dari Konstitusi adalah pemecah kebuntuan, dan dapat menjadi solusi dari masalah apapun," kata Rouhani, dikutip kantor berita ILNA, Minggu 26 Mei 2019. Artikel 59 merujuk pada mekanisme referendum.
Pernyataan terbaru muncul usai Pemimpin Agung Iran Ayatollah Ali Khamenei mengkritik Rouhani atas penanganan isu perjanjian nuklir 2015. Ketegangan terbaru antara Iran dan AS terjadi usai Presiden Donald Trump menarik diri dari perjanjian tersebut.
Selama ini, Khamenei berpandangan bahwa tim negosiator Iran di bawah Rouhani terlalu banyak menyerah dalam menyepakati perjanjian 2015. Musim panas lalu, Khamenei mengatakan Iran harus berterima kasih kepada dirinya karena telah menasihati Rouhani mengenai perjanjian Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Tanpa dirinya, klaim Khamenei, Iran akan "jauh lebih merugi" dibandingkan saat ini.
Iran telah menggelar tiga referendum sejak 1979. Referendum pertama adalah mengenai pembentukan Republik Islam, dan kedua mengenai perubahan konstitusi.
Rouhani mengaku telah mendorong referendum ketiga mengenai nuklir kepada Khamenei beberapa tahun lalu.
Sejak awal Mei, AS telah mengirim armada tipe penyerang lengkap dengan kapal induk ke Timur Tengah sebagai sebuah "pesan" untuk Iran.
"Merespons sejumlah indikasi dan peringatan, AS mengirim Armada Penyerangan Kapal Induk USS Abraham Lincoln dan satuan tugas pengebom ke wilayah Komando Pusat AS," kata Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton.
"Pengerahan (armada) bertujuan untuk mengirimkan sebuah pesan yang jelas kepada rezim Iran, bahwa setiap serangan terhadap kepentingan Amerika Serikat atau mitra kami, akan mendapat balasan setimpal," tegasnya.
Sejak saat itu, AS terus menambah pengiriman personel militer dan juga pesawat serta kapal perang ke Timur Tengah.
Baca: Pasukan Khusus Inggris Bergabung Armada AS di Teluk Persia
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News