Ghouta: Pemerintah Suriah dikabarkan menguasai wilayah Douma di Ghouta timur dan pihak pemberontak dikabarkan sudah keluar.
(Baca: Bendera Pemerintah Suriah Dikibarkan di Douma).
Seorang petinggi pemberontak Suriah mengatakan kepada AFP pada Kamis 12 April, bahwa fraksinya hanya setuju untuk meninggalkan daerah kantongnya yang rusak di luar Damaskus karena dugaan serangan gas beracun.
"Tentu saja, serangan kimia inilah yang mendorong kami untuk menyetujui penarikan dari Douma," kata seorang petinggi kelompok Jaish al-Islam, Yasser Dalwan, kepada AFP.
Itu adalah pengakuan publik pertama oleh Jaish al-Islam dari kesepakatan yang dicapai untuk Douma. Mereka termasuk pemberontak terakhir yang masih bertahan pinggiran Damaskus, yakni Ghouta Timur.
Kesepakatan tersebut diumumkan pada Minggu pagi oleh Pemerintah Suriah dan sekutunya Rusia, hanya beberapa jam setelah gas beracun diduga digunakan di Douma.
Dikabarkan lebih dari 40 orang tewas Sabtu setelah menderita gejala yang konsisten dengan paparan kimia, termasuk kulit berubah warna dan berbusa di mulut.
Dunia pun memberikan respon yang keras. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Kamis dia memiliki bukti bahwa Pemerintah Suriah berada di balik serangan itu.
Suriah dan sekutunya, Rusia, telah membantah tuduhan itu, dan badan pengawas kimia global mengatakan akan mengerahkan tim untuk menyelidiki.
Analis mengatakan Presiden Suriah Bashar al-Assad mungkin telah menggunakan gas beracun untuk menakuti warga Douma dan mendorong pemberontak untuk mundur tanpa perlawanan.
Jaish al-Islam telah lama bersikeras bahwa mereka akan menolak untuk menyetujui kesepakatan evakuasi untuk Douma. Namun sejak serangan yang dituduhkan, beberapa ribu pemberontak dan warga sipil telah meninggalkan Douma ke wilayah yang dikuasai oposisi di utara.
Mereka yang berangkat termasuk kepala Jaish al-Islam Issam Buwaydani. "Belum semua kepemimpinan telah pergi. Proses keberangkatan sedang berlangsung," kata Dalwan kepada AFP.
(Baca: Bendera Pemerintah Suriah Dikibarkan di Douma).
Seorang petinggi pemberontak Suriah mengatakan kepada AFP pada Kamis 12 April, bahwa fraksinya hanya setuju untuk meninggalkan daerah kantongnya yang rusak di luar Damaskus karena dugaan serangan gas beracun.
"Tentu saja, serangan kimia inilah yang mendorong kami untuk menyetujui penarikan dari Douma," kata seorang petinggi kelompok Jaish al-Islam, Yasser Dalwan, kepada AFP.
Itu adalah pengakuan publik pertama oleh Jaish al-Islam dari kesepakatan yang dicapai untuk Douma. Mereka termasuk pemberontak terakhir yang masih bertahan pinggiran Damaskus, yakni Ghouta Timur.
Kesepakatan tersebut diumumkan pada Minggu pagi oleh Pemerintah Suriah dan sekutunya Rusia, hanya beberapa jam setelah gas beracun diduga digunakan di Douma.
Dikabarkan lebih dari 40 orang tewas Sabtu setelah menderita gejala yang konsisten dengan paparan kimia, termasuk kulit berubah warna dan berbusa di mulut.
Dunia pun memberikan respon yang keras. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Kamis dia memiliki bukti bahwa Pemerintah Suriah berada di balik serangan itu.
Suriah dan sekutunya, Rusia, telah membantah tuduhan itu, dan badan pengawas kimia global mengatakan akan mengerahkan tim untuk menyelidiki.
Analis mengatakan Presiden Suriah Bashar al-Assad mungkin telah menggunakan gas beracun untuk menakuti warga Douma dan mendorong pemberontak untuk mundur tanpa perlawanan.
Jaish al-Islam telah lama bersikeras bahwa mereka akan menolak untuk menyetujui kesepakatan evakuasi untuk Douma. Namun sejak serangan yang dituduhkan, beberapa ribu pemberontak dan warga sipil telah meninggalkan Douma ke wilayah yang dikuasai oposisi di utara.
Mereka yang berangkat termasuk kepala Jaish al-Islam Issam Buwaydani. "Belum semua kepemimpinan telah pergi. Proses keberangkatan sedang berlangsung," kata Dalwan kepada AFP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News