Ketika itu, Trump menyebut AS seharusnya mengambil minyak di Irak untuk mendanai operasional perang dan memotong sumber penghasilan kelompok militan Islamic State (ISIS). Pernyataan tersebut membuat sejumlah pemimpin Irak khawatir.
Mattis tiba dalam kunjungan dadakan di Irak saat pertempuran pasukan lokal melawan ISIS di Mosul barat memasuki hari kedua. Serangan itu dianggap pihak Pentagon sebagai cara mempercepat kampanye melawan ISIS di Irak maupun Suriah.
Tapi upaya tersebut bisa terhambat retorika Trump soal minyak dan larangan imigrasi AS, di mana Irak merupakan satu dari tujuh negara yang terkena imbas.
"Saya pikir kami semua di Amerika telah membayar untuk bahan bakar dan minyak selama ini, dan saya yakin kami akan terus melakukannya di masa mendatang," kata Mattis kepada wartawan yang mengikuti kunjungannya.
"Kita berada di Irak bukan untuk merebut minyak siapa pun," sambung dia, seperti dikutip AFP, 19 Februari 2017.
Operasi di Mosul Barat
Ketegangan AS dan Irak soal minyak serta larangan imigrasi muncul di momen perang melawan ISIS di Mosul barat.
Di bawah tenggat waktu yang diberiikanpresiden, Mattis hanya memiliki satu pekan buat menyampaikan strategi AS mempercepat upaya memerangi dan mengalahkan ISIS. Rencana lainnya kemungkinan akan tergantung pada AS dan pasukan koalisi yang bekerja sama melalui kekuatan lokal di kedua negara.
"Kita akan memastikan bahwa kita punya kesadaran situasional yang baik mengenai apa yang kita hadapi karena kita bekerja sama dan berjuang bersama," kata Mattis seperti dilansir Associated Press.
Ditanya soal ketegangan larangan imigrasi, Mattis berkata ia telah meyakinkan bahwa perintah eksekutif itu telah dihentikan oleh gugatan hukum. Larangan itu disebutnya tidak akan memengaruhi warga Irak yang telah berjuang bersama pasukan AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News