Kehancuran di Suriah akibat perang (Foto: AFP).
Kehancuran di Suriah akibat perang (Foto: AFP).

Catatan Akhir Tahun 2016

Konflik dan Masa Depan Suriah

Fajar Nugraha • 30 Desember 2016 20:20
medcom.id, Jakarta: Sudah lima tahun perang saudara tak reda di Suriah. Hingga pengujung 2016, konflik di sana belum ada tanda-tanda akan berhenti.
 
Pertempuran di Suriah diawali protes anti-pemerintahan Presiden Bashar al-Assad di Kota Deera, pada 11 Maret 2011. Protes ini menjadi bagian dari Arab Spring di Timur Tengah.
 
Protes muncul ketika 15 bocah ditahan dan disiksa karena membuat tulisan di tembok yang mendukung Arab Spring. Salah satu bocah, Hamza al-Khateeb, meninggal setelah disiksa secara brutal.
 
Pengunjuk rasa awalnya ingin demonstrasi damai. Tetapi, ketika pasukan pemerintah mulai melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa, rakyat mulai menuntut agar Presiden Assad lengser.
 
Konflik dan Masa Depan Suriah
Warga Suriah terkena imbas perang (Foto: AFP).
 
 
Sepanjang 2016, kondisi Suriah makin hancur menyusul berbagai campur tangan dari banyak pihak. Kompleksitas siapa melawan siapa dalam perang di Suriah menambah runyam kondisi setempat. 
 
Pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad bersama dengan pendukungnya berhadapan dengan kelompok pemberontak, seperti Free Syrian Army (FSA) dan Syrian Democratic Forces (SDF) yang mayoritas suku Kurdi. Tidak ketinggalan kelompok seperti Front al-Nusra. Kondisi semakin bertambah parah ketika campur tangan asing turut serta. Mulai dari koalisi Barat yang mendukung pemberontak hingga Rusia, Iran yang menyokong pemerintahan Bashar al-Assad, meskipun Rusia mengaku mereka datang ke Suriah untuk menghabisi kelompok militan Islamic State (ISIS).
 
Kelompok Hizbullah yang berada di Lebanon, Qatar, Arab Saudi dan Turki juga memegang peranan penting dalam perang ini. Hingga saat ini, ISIS yang merupakan pecahan dari Al Qaeda, masih menguasai beberapa wilayah di Suriah. Mereka berupaya untuk membangun kekhalifahan sendiri dengan berbasis di Raqqa.
 
Imbasnya, rakyat Suriah yang menjadi korban. Jutaan dari mereka mengungsi ke tempat aman dan tidak sedikit yang sangat membutuhkan logistik makanan serta kebutuhan sehari-hari lainnya.
 
 
Keterlibatan asing memperburuk keadaan
 
Pada 30 September 2015, atas permintaan Pemerintah Suriah, Rusia melakukan kampanye serangan udara baik terhadap ISIS maupun dengan kelompok anti-Assad, FSA. Sementara pada akhir Oktober 2015, Menteri Pertahanan AS Ashton Carter mengumumkan perubahan strategi dalam serangan koalisi pimpinan AS. Carter menegaskan serangan udara dan penggerebekan di darat akan lebih banyak dilakukan di wilayah Raqqah.
 
Rusia juga mengerahkan penasihat militer untuk meningkatkan kemampuan dari pasukan Presiden Assad. Sementara beberapa negara Arab bersama dengan Turki, menyediakan senjata dan materi lainnya untuk kelompok pemberontak di Suriah.
 
Meskipun AS menegaskan menentang pemerintahan Assad, mereka tetap menolak terlibat lebih dalam konflik itu. Bahkan, setelah Assad dituduh memerintahkan penggunaan senjata kimia pada 2013, Presiden Barack Obama menyebutkan ada garis merah yang mencegah intervensi.
 
Pada Oktober 2015, AS akhirnya menghapus program kontroversial untuk melatih pemberontak Suriah. Keputusan diambil setelah dana sebesar USD500 juta yang dikeluarkan hanya digunakan untuk melatih sekitar 60 anggota pemberontak.
 
Aleppo menjadi pusat perhatian perang
 
Pada 26 November militer Suriah melancarkan operasi di Aleppo. Dalam waktu kurang dari satu bulan, pasukan Suriah yang dibantu serangan udara Rusia merebut sekitar 90 persen wilayah timur Aleppo.
 
Tepat pada 13 Desember, militer Suriah mengklaim bahwa 98 persen wilayah timur Aleppo sudah dikuasai oleh pasukan Pemerintah Suriah. Ditambah lagi pertempuran antara kalangan pemberontak, makin membuat rakyat Suriah menderita.
 
Konflik dan Masa Depan Suriah
Kehancuran di Aleppo (Foto: AFP).
 
 
Sebanyak lebih dari 50 ribu warga harus mengungsi dari kota tersebut. ICRC mengatakan, operasi evakuasi telah membawa 35.000 orang naik bus dari Aleppo dan 1.200 lainnya dievakuasi dari Fuaa dan Kafraya, dua kota mayoritas Syiah di barat laut Suriah yang dikepung oleh pemberontak.
 
Hampir enam tahun, konflik telah menewaskan lebih dari 310.000 orang dan pengungsi setengah dari populasi Suriah sebelum perang.
 
Masa depan perang di Suriah
 
Suriah sudah koyak. Tapi, tak ada yang berani menjamin kontak senjata akan mereda. Apalagi, upaya untuk mendamaikan dua kubu berseteru di sana acap buntu.
 
Kekuatan pasukan pemerintah dan pemberontak sama kuat. Posisi ini yang membuat kesepakatan damai seperti jauh panggang dari api. Muncul kabar, Rusia bersama Turki dan Iran akan membagi Suriah menjadi zona kekuasaan informal. Namun, berdasarkan kesepakatan ini, Bashar al-Assad akan tetap menjabat sebagai Presiden Suriah hingga beberapa tahun ke depan.
 
Kesepakatan itu tetap memerlukan persetujuan dari Assad, kalangan pemberontak negara-negara Teluk, dan tentunya Amerika Serikat.  Dengan kesepakatan ini, kekuasaan Assad akan dipotong berdasarkan perjanjian tiga negara. Rusia dan Turki akan mengizinkan Assad untuk menjabat presiden hingga pemilu presiden selanjutnya.
 
"Saya ragu kesepakatan ini akan menghentikan perang di Suriah meskipun setelah kejadian di Aleppo. Kehadiran Assad akan tetap menjadi sumber konflik dengan pihak oposisi," ujar peneliti Washington Institute for Near East Policy, Dennis Ross, seperti dikutip Reuters, 28 Desember lalu.
 
Kini harapan bertumpu pada gencatan senjata yang diusulkan oleh Rusia dan Turki. Gencatan senjata tersebut sudah berlaku mulai Jumat 30 Desember, meskipun ada bentrokan yang masih terjadi.
 
Menurut laporan, serangan udara terjadi dekat Damaskus. Sementara bentrokan yang dimaksud berlangsung antara pasukan pemerintah dengan pemberontak Suriah di Wadi Barada.
 
Syrian Observatory for Human Rights menyebutkan bahwa helikopter pemerintah melepaskan tembakan di wilayah sekitar Wadi Barada. Sementara Desa Jisreen turut dibom sepanjang Jumat pagi, meskipun tidak ada korban jiwa dilaporkan.
 
Diharapkan gencatan senjata yang diterapkan ke seluruh wilayah Suriah akan tetap bertahan. Turki pun sudah menyebutkan kesepakatan gencatan senjata menjadi langkah besar menuju penyelesaikan konflik yang berlangsung sejak Maret 2011.

 

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan