Mereka memperdebatkan tindakan drastis serupa untuk memperbaiki keamanan sekolah. Saat yang sama, perhitungan publik yang menyakitkan sedang berkitar di kedua negara.
Ketika siswa keluar sekolah di seluruh penjuru AS di tengah momok penembakan massal, usulan Presiden Donald Trump mengumpulkan lebih banyak senjata di sekolah membawa gema pertanyaan yang diajukan di salah satu sudut negara berpenduduk paling padat Afrika. Bertekad untuk berbuat sesuatu, Pemerintah Nigeria telah menempatkan penjaga bersenjata ke sekolah, sementara para orang tua memperdebatkan manfaat mempersenjatai diri guru.
Warga Amerika cenderung menganggap perjuangan mereka jauh berbeda dari kemalangan yang menimpa negara-negara bergejolak seperti Nigeria. Di negeri Afrika itu, 110 siswa sekolah yang diculik pada Februari dari kota, Dapchi belum kembali.
Sementara Amerika sudah hancur oleh terorisme, tidak ada pemberontakan yang meruyak di AS seperti ekstremis Boko Haram, yang kadung membunuh lebih dari 20.000 orang dalam delapan tahun terakhir. Bagi orangtua yang memusatkan perhatian pada kesejahteraan anak-anak mereka, perbedaan itu mungkin tidak penting.
"Apa yang seharusnya dimiliki guru di tangan mereka adalah kapur tulis, buku, mistar, dan spidol -- tentu bukan senjata," kata Nafisat Aliyu, ibu tiga anak laki-laki di Maiduguri, negara bagian Borno, tempat Boko Haram terbentuk. Dia katakan bahwa para pemuda yang mudah dipengaruhi dapat melihat guru mereka membawa senjata api dan memutuskan untuk mencoba sendiri bagi diri-sendiri.
"Guru bersenjata bisa sama berbahayanya dengan memiliki beberapa orang gila yang berlari ke sekolah dengan senapan yang terkokang," cetusnya, seperti dinukil AFP, Jumat 16 Maret 2018.
Ancaman bagi siswa di sekolah di Nigeria timur laut telah memiliki konsekuensi yang menghancurkan. Hampir 1.400 sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dihancurkan di negara bagian Borno oleh pemberontak Boko Haram, menurut statistik UNICEF dan pemerintah daerah Borno.
Sebanyak 2.295 guru terbunuh sejak 2009. Sekolah tutup selama sekitar 40 bulan di wilayah ini, dan bahkan saat ini, 52 persen anak-anak tidak bersekolah.
Di Parkland, Florida, 17 orang tewas bulan lalu di Stoneman Douglas High School dan para siswanya menjadi pendukung agar senjata dikontrol. Mereka menjadi vokal, menentang mempersenjatai guru mereka sebagai respons kebijakan. Para siswa berdemonstrasi dan tampil di media buat meminta undang-undang yang lebih ketat mengenai senjata api, termasuk peraturan daerah Florida baru supaya menaikkan usia minimum untuk membeli senapan ke 21 dari 18 tahun.
Pada Rabu, puluhan ribu siswa muda mengadakan pemogokan di sekolah-sekolah seantero AS, meninggalkan kelas selama 17 menit demi menghormati 17 orang yang terbunuh di Parkland.
Setelah penembakan di Parkland, Trump mengatakan bahwa membuat sekolah benar-benar bebas senjata sama seperti "undangan menggiurkan kepada orang-orang sakit jiwa untuk pergi ke sana." Dia berpendapat bahwa masuk akal mempersenjatai "sebagian kecil" guru yang "sangat mahir, yang benar-benar tahu bagaimana menanganinya."
Pendekatan global terhadap keamanan sekolah bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, meskipun tampaknya tidak ada negara bagian yang mempersenjatai guru mereka sejauh yang disarankan Trump.
Petugas keamanan bersenjata rutin di sekolah-sekolah Israel, dan Rusia sudah menempatkan penjaga di sekolah setelah insiden kekerasan yang mendapat perhatian nasional. Di Meksiko, banyak kota mengadakan latihan darurat guna apa yang harus dilakukan jika terjadi insiden tembakan terkait dengan perang obat terlarang di dekat sekolah, seperti yang kadang-kadang terjadi. Di Swedia, otoritas pendidikan mengeluarkan pamflet dengan isi umumnya tentang serangan bersenjata.
Di negara bagian Nigeria Yobe, di mana anak-anak perempuan itu diculik, bulan lalu, pemerintah telah melakukan perubahan. Mengerahkan penjaga bersenjata ke sekolah-sekolah di lokasi terpencil menyusul perintah menteri dalam negeri.
Namun, orang tua, guru dan pejabat pendidikan di wilayah timur goyah Nigeria mengatakan kepada Associated Press bahwa mereka lebih memilih cara alternatif demi memastikan keselamatan ketimbang para guru membawa senjata di kelas. Mohammed Lamin, komisaris pendidikan Yobe, menunjukkan bahwa para guru tidak dilatih untuk membawa senjata api.
Aliyu, ibu di Maiduguri, mengatakan bahwa dia khawatir melihat penjaga bersenjata di sekolah akan memiliki "efek negatif pada anak-anak."
Tidak jelas mereka akan terbukti efektif. Dalam penembakan di Florida, seorang polisi berada di sekolah saat penembakan tersebut, namun gagal menghentikan serangan.
Langkah lain yang sedang dibahas di Nigeria telah diterapkan di banyak sekolah menengah AS: detektor logam di pintu masuk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News