Menurut laporan Kementerian Dalam Negeri yang dilaporkan kantor berita SPA, Mufreh al-Harissi dinyatakan bersalah setelah menusuk rekannya sesama warga Saudi dalam sebuah perselisihan. Eksekusi mati al-Harissi dilakukan di wilayah Jazan.
Sebagian besar metode eksekusi mati di Saudi adalah dipenggal dengan menggunakan pedang.
Pembunuhan dan peredaran narkotika adalah dua kasus utama yang berujung pada eksekusi mati di Saudi. Namun pada 2 Januari, 47 orang dieksekusi mati pada hari yang sama di Saudi atas tuduhan kejahatan terorisme.
Grup hak asasi manusia Amnesty Internasional mengatakan angka eksekusi mati oleh Saudi adalah ketiga tertinggi pada tahun lalu, yang jumlahnya mencapai 158.
Jumlah eksekusi tersebut masih kalah jauh dari Pakistan di angka 326 dan Iran 977. Data Amnesty ini tidak melibatkan Tiongkok, yang juga diduga melakukan banyak eksekusi mati.
Bulan lalu, Amnesty mengatakan total jumlah eksekusi mati di kancah global mencapai 1.634 per tahun 2015, yang merupakan angka tertinggi sejak 1989. Peningkatan angka hingga lebih dari dua kali lipat dari 1989 ini sebagian besar diakibatkan eksekusi di Iran, Pakistan dan Arab Saudi.
Angka 1.634 ini tidak meliputi Tiongkok, yang diduga telah membunuh ribuan warganya sendiri. Amnesty hanya mendata eksekusi mati yang diketahui dan tercatat. Tiongkok dituding Amnesty menyembunyikan angka eksekusi mati sebagai sebuah "rahasia negara."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News