Dilansir dari BBC, Sabtu 28 September 2019, kepolisian Haiti merespons unjuk rasa dengan menembakkan gas air mata dan peluru tajam.
Pemicu korupsi di Haiti adalah minimnya pasokan bahan bakar minyak, meroketnya berbagai harga kebutuhan pokok dan dugaan maraknya korupsi di pemerintahan Presiden Moise.
Merespons gelombang protes di negaranya, Presiden Moise memutuskan membatalkan pidatonya dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Ia memilih untuk menyerukan perdamaian kepada seluruh masyarakat Haiti.
Namun seruan damai yang disampaikan Presiden Moise pada Rabu 25 September gagal mengakhiri gelombang kekerasan. Empat orang di Haiti dikabarkan meninggal terkait unjuk rasa dalam beberapa hari terakhir.
Aksi protes pada Jumat 27 September adalah yang paling keras sejak sepekan terakhir. Kantor polisi di distrik Cite Soleil diserang massa, dan hampir seluruh barang berharga di dalamnya dijarah.
"Orang-orang mengambil apapun yang mereka bisa agar rumah mereka tidak tergenang banjir saat hujan," ujar seorang pedemo, Steven Edgard, kepada kantor berita AFP.
Sejumlah permukiman yang tingkat penghasilan warganya sedikit lebih tinggi seperti Delmas dan Petion Ville juga dilanda penjarahan. Demonstran menyerang beberapa bank, merusak mesin ATM dan bahkan membakar sebuah bangunan.
Mereka berusaha menghalau petugas keamanan dengan membuat barikade yang dibuat dari ban dan sampah. Barikade itu dibakar agar aparat keamanan sulit mendekat.
Sebelumnya pada tahun ini, Moise menolak seruan warga yang memintanya untuk mengundurkan diri. Kala itu, ia menegaskan tidak akan mundur dan menyerahkan negara kepada "para geng bersenjata dan pengedar narkotika."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News