Pierre Claver Ndayicariye, Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Burundi, mengatakan bahwa 6.034 jasad beserta ribuan peluru ditemukan di enam kuburan massal. Pakaian, kacamata dan rosario telah digunakan untuk mengidentifikasi beberapa jenazah.
Otoritas Burundi meyakini semua jasad ini merupakan korban dari peristiwa pembantaian di masa lalu. Ndayicariye menduga ribuan jenazah ini merupakan korban dari pembantaian yang dialami grup etnis Hutu.
Masyarakat Burundi terbagi antara etnis Tutsi dan Hutu. Perang sipil di Burundi -- yang menewaskan 300 ribu orang dan berakhir pada 2015 -- melibatkan elemen-elemen etnis.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Burundi dibentuk pemerintah pada 2014 untuk menyelidiki sejumlah kekejaman yang terjadi dari tahun 1885 hingga 2008, saat perjanjian damai belum sepenuhnya diimplementasikan.
Sejauh ini, komisi tersebut telah memetakan lebih dari 4.000 kuburan massal di seantero Burundi dan mengidentifikasi lebih dari 142 ribu korban kekerasan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memperingatkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia mungkin akan meningkat lagi di Burundi menjelang pemilihan umum di negara tersebut pada Mei mendatang.
Sejak 2015, saat Pierre Nkurunziza maju sebagai calon presiden untuk kali ketiga, bentrokan antara aparat keamanan dan warga terkait pemilu telah menewaskan ratusan orang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News