Dirilis dari Guardian, Minggu 15 Desember 2019, langkah seperti itu akan berisiko konfrontasi militer langsung dengan Jenderal Khalifa Haftar. Panglima perang militer Libya timur itu diperkirakan merencanakan serangan tegas terhadap pemerintah kesepakatan nasional di Tripoli, atau GNA. Uni Emirat Arab atau Mesir, yang mendukung pasukan Haftar, mungkin juga terlibat.
Turki, yang sudah berselisih dengan Kongres Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam berbagai bidang, pekan lalu menandatangani perjanjian kerja sama militer dengan GNA. Perjanjian memungkinkan untuk minta pasukan dari Turki. Perjanjian tersebut, yang dikirim ke parlemen Turki pada Sabtu, memberikan apa yang disebut sebagai pasukan reaksi cepat untuk polisi dan militer di Libya, serta peningkatan kerja sama dalam bidang intelijen dan pertahanan.
Dukungan Turki bagi pemerintah GNA yang dipimpin oleh Fayez al Serraj hingga saat ini terbatas pada pesawat tak berawak dan persenjataan. Akan menjadi eskalasi besar bila mengirim pasukan darat untuk mempertahankan Tripoli.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, dan Menteri Pertahanan, Hulusi Akar bertemu dengan Serraj di sela-sela konferensi diplomatik besar di Doha, Qatar pada akhir pekan. Cavusoglu, yang berbicara di Doha, mengatakan belum ada permintaan resmi untuk pasukan yang dibuat oleh GNA, tetapi menambahkan "mengirim pasukan adalah cara termudah".
Angkatan udara Haftar, yang didukung oleh UEA dan Mesir, telah mengebom bandara kota pesisir Misrata di Libya dalam sebuah peringatan kepada Turki untuk tidak mengirim pasukan atau pasokan lebih lanjut.
Turki, bersama UEA, secara resmi ditemukan oleh PBB melanggar embargo senjata PBB. Tetapi pemerintah Turki tampaknya bertekad untuk tidak membiarkan Tripoli jatuh ke tangan Haftar yang didukung UEA.
Haftar mengklaim akan memberangus teroris Islam dari Tripoli. Lawannya menggambarkan dia sebagai penjahat perang yang akan memadamkan peluang demokrasi di Libya. Serangan Haftar diluncurkan pada April, tetapi sampai sekarang macet di pinggiran ibu kota.
Konflik yang sudah berlapis-lapis telah menjadi lebih kompleks dengan kedatangan 200 tentara bayaran Rusia mendukung Haftar, sebuah intervensi yang disorot Serraj untuk menggalang dukungan bagi pemerintahnya di Washington.
Serraj bertemu dengan senator Republik yang berpengaruh, Lindsey Graham, seorang kepercayaan presiden Donald Trump, di sela-sela konferensi Doha untuk memperingatkan tentang intervensi Rusia. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mendesak Putin memerintahkan pasukan agar mundur.
Sebagai bagian dari ikatan bersama Turki dan pemerintah Tripoli, kedua belah pihak juga menyusun nota kesepahaman untuk mengusahakan hak pengeboran di Mediterania yang membuat marah Uni Eropa, dan khususnya Yunani. Athena mengatakan perjanjian zona ekonomi eksklusif yang berlaku memblokir Yunani dari pengeboran di sekitar Kreta dan ilegal.
Yunani telah mengusir duta besar Libya untuk Yunani tetapi belum memutuskan hubungan diplomatik.
Tindakan Ankara berisiko pembentukan koalisi anti-Turki terdiri Yunani, Siprus, Mesir, Israel, Yordania, dan Italia. Negara-negara ini bergabung di bawah payung forum gas Mediterania timur, kemitraan terkait energi tetapi akhirnya militer dari mana Turki dikecualikan. Cadangan gas alam di wilayah ini diperkirakan sekitar 122 triliun meter kubik total.
Turki sudah memperingatkan UE bahwa mereka tidak memiliki hak menyatakan perjanjiannya dengan Libya melanggar hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News