Mohammed Jabbateh, 51, menjalankan bisnis pelayaran internasional ketika tinggal di pinggiran kota Philadelphia sejak 1990-an.
Namun sebelum dia mengklaim suaka pengungsi di AS pada Desember 1998, Jabbateh dikenal di Liberia, sebagai 'Jungle Jabbah,' komandan kelompok bersenjata selama perang saudara pertama negara itu antara 1989 dan 1996.
Selama itu, Jabbateh memerintahkan warga sipil dibunuh, diperkosa, disiksa, dan diperbudak. Selama persidangan tahun lalu, korban menceritakan kisah mereka, termasuk wanita yang dipaksa menjadi budak seks di 13 usia. Wanita lain mengatakan Jabbateh dan anak buahnya membunuh suaminya dan kemudian memaksanya untuk memasak jantung suaminya yang sudah tewas dan menyajikannya kepada mereka.
"Terdakwa ini melakukan tindakan kekerasan dan kebejatan sedemikian rupa sehingga mereka hampir tidak dapat dipercaya," kata Jaksa Agung William M. McSwain dalam sebuah pernyataan.
"Orang ini bertanggung jawab atas kekejaman yang akan bergejolak selama beberapa generasi di Liberia. Dia pikir dia bisa bersembunyi di sini, tetapi berkat tekad dan kreativitas dari jaksa dan penyelidik kami, dia tidak bisa. Penuntutan ini satu-satunya pilihan kami di bawah hukum dan putusan mencapai setidaknya beberapa ukuran keadilan untuk korbannya," cetusnya, seperti disitat UPI, Selasa 24 April 2018.
Jabbateh dihukum pada Oktober atas dua tuduhan penipuan dalam dokumen imigrasi dan dua dakwaan sumpah palsu. Di mana pedoman hukuman federal merekomendasikan 15 hingga 21 bulan. Tetapi Hakim Distrik AS, Paul S. Diamond berkata, hukuman seperti itu akan "tidak masuk akal tetapi sangat ofensif" bagi Jabbateh, yang katanya membuat ejekan terhadap sistem suaka AS.
"Saya ingin menjadi jelas, saya berangkat tidak didasarkan pada kengerian kekejaman yang dilakukan terdakwa di luar negeri," kata Diamond, menurut Philadelphia Inquirer.
"Sebaliknya, kami berdasarkan pada kebohongannya dan pengaruhnya pada hukum suaka dan sistem imigrasi kita," tambahnya.
Alain Werner, direktur Civitas-Maxima, kelompok hukum internasional yang membantu jaksa dalam kasus Jabbateh, berkata kepada Guardian bahwa hukuman itu dirayakan di Liberia.
"Itu sangat istimewa bagi mereka. Kekebalan hukum seperti itu di Liberia bagi para pelaku kejahatan sangat serius yang begitu memberdayakan," kata Werner.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News