Menurut pengumuman Komisi Elektoral Namibia, dilansir dari laman BBC, Minggu 1 Desember 2019, Geingob meraih 56,3 persen suara. Sementara rival terdekat petahana, Panduleni Itula, hanya berhasil meraup 29,4 persen suara.
Meski menang, raihan suara Geingob menurun drastis dari hasil pemilu 2014 di angka 87 persen.
Atas kemenangan ini, Geingob berterima kasih kepada seluruh masyarakat Namibia. Ia berjanji akan meningkatkan kesejahteraan seluruh warga tanpa terkecuali.
Partai Swapo yang mengusung Geingob telah berkuasa di Namibia selama hampir tiga dekade, usai meraih kemerdekaan dari Afrika Selatan.
Namibia yang hanya memiliki total populasi 2,5 juta jiwa tengah dilanda krisis ekonomi, kekeringan parah dan rendahnya harga mineral, berlian dan uranium.
Bank Nasional Namibia memprediksi terjadinya resesi di tahun ketiga, dengan perekonomian diproyeksikan menurun ke level 1,7 persen hingga akhir 2019.
"Saya bangga Namibia dapat menggelar pemilu yang bebas dan adil, tanpa ada perkelahian dan serangan," kata Presiden Geingob usai pengumuman hasil pemungutan suara.
Itula juga merupakan anggota partai Swapo. Namun dalam pilpres kali ini, ia maju sebagai capres independen.
Capres oposisi McHenry Venaani dari Gerakan Demokratik Populer (PDM) berada di peringkat ketiga dengan raihan 5,3 persen suara. Ia berencana melaporkan adanya dugaan "anomali serta kejanggalan" dalam pemilu kali ini.
Pilpres di Namibia menggunakan mesin pemungutan elektronik, bukan kertas suara. Venaani sempat mengajukan gugatan ke pengadilan sebelum pemilu, dan berpendapat mesin pemungutan rentan dimanipulasi. Gugatannya ditolak.
Dalam pemilu parlemen, Swapo kehilangan mayoritas dari total 96 kursi. Swapo meraih 63 kursi dari angka sebelumnya 77. Sementara PDM berhasil meraih 16 kursi, dari sebelumnya hanya lima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News